Kemampuannya mengalahkan kelompok Mas Garendi tersebut tidak lepas dari bantuan Kyai Ageng Muhammad Besari beserta murid- muridnya. Atas jasa Kyai Ageng Besari mengembalikan kedudukan Pakubuwono II inilah, maka Tegalsari dibebaskan dari pembayaran pajak kepada kerajaan Kartasura atau disebut sebagai ‘Tanah Perdikan’.
Tak ketinggalan, Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang dikenal dengan HOS. Cokroaminoto adalah santri sekaligus keluarga dari Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari. Pahlawan Nasional yang lahir di Madiun 16 Agustus 1883 ini adalah ketua Syarekat Islam, sebuah organisasi pergerakan pertama di Indonesia.
Pada masa kepemimpinan cucu Bupati Ponorogo, RT Tjokronegoro inilah Syarekat Islam mencapai masa kejayaannya. Dalam catatan Takashi Siraishi menyebutkan: “Pd hari Sabtu dibulan Juni, sekitar 2000 anggota baru diinisiasi (baca: diajak) oleh sekelompok orang..Keanggotaan SI meningkat dg pesat….Asisten Residen Surakarta memperkirakan jumlah anggotanya mencapai 35.000 orang pd awal Agustus”.
Baca Juga:Ketika Prabowo Subianto-Jokowi Salat Jumat Bareng Sheikh Mohamed bin ZayedKitab Tantupagelaran: Bumi Miring Penyebabnya Gunung Meru di India Terlalu Berat, Akhirnya Pindah ke Tanah Jawa
Masyarakat berbondong-bondong menjadi anggota Syarekat Islam karena menganggap bahwa Cokroaminoto adalah ‘Ratu Adil’ sebagaimana yang diramalkan oleh Ronggowarsito.
Selain itu, banyak tokoh pergerakan lainnya yang kemudian mendirikan berbagai aliran politik di Indonesia juga menjadi murid Cokroaminoto. Sebut saja misalnya: Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia sekaligus pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI); Bung Tomo, pengobar perlawanan arek-arek Surabaya terhadap agresi Belanda, yang sekaligus juga pendiri partai Gerakan Indonesia (Gerindo); Semaoen dan Marco Kartodikromo yang kemudian menjadi tokoh awal Partai Komunis Indonesia (PKI), Kartosuwiryo, penggagas Negara Islam Indonesia (NII), dan banyak lagi tokoh pendiri organisasi pergerakan lainnya yang juga ‘nyantri’ kepada cicit Kyai Kasan Besari ini.
Selanjutnya, pada saat pesantren ini dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapatlah seorang santri yang sangat menonjol diberbagai bidang keilmuan. Ia adalah Sulaiman Jamaluddin, cucu Pangeran Hadiraja; Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia terkenal sangat dekat dengan Kyainya. Maka tak heran seusai menyelesaikan belajarnya dipesantren ini, ia diambil menantu oleh Kyai Khalifah. Sulaiman Jamaludin kemudian menjadi Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyainya memimpin pesantren.