Selain itu, ditemukan juga Tiga jilid Kitab Fiqh Syarh Fathul Mu’in karangan Zainuddin Al-Malibari. Penulisan kitab Syarh tersebut dilakukan oleh beberapa orang dari beberapa generasi. Penulisnya adalah: Muhammad Jalalain, Hasan Ibrahim, Hasan Yahya, Hasan Ilyas, dan Muhammad Besari.
Terdapat juga satu bendel kitab yang dimungkinkan paling tua usianya. Sampulnya terbuat dari kulit dan kertasnya adalah kertas gedok dari Tegalsari. Pada halaman pertama bendelan kitab yang sudah sangat lusuh dan mulai hancur ini terdapat catatan proses terjadinya desa Tegalsari sebagai ‘tanah perdikan’.
Disebutkan juga jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang tinggal disana pada masa awal berdiri. Selanjutnya, didalam bendelan kitab ini juga terdapat penggalan karya fiqh yang tidak jelas dikutip dari kitab apa. Yang jelas teksnya menggunakan huruf Arab Pegon atau Arab Melayu.
Baca Juga:Ketika Prabowo Subianto-Jokowi Salat Jumat Bareng Sheikh Mohamed bin ZayedKitab Tantupagelaran: Bumi Miring Penyebabnya Gunung Meru di India Terlalu Berat, Akhirnya Pindah ke Tanah Jawa
Disamping itu, pada halaman berikutnya juga ditemukan Syarh kitab fiqh yang tidak lengkap berjudul “Al-Muharror” karangan Abul Qosim Arrafi (wafat 1226 M). Diperkirakan syarh kitab ini ditulis oleh Kasan Yahya pada tahun 1800-an.
Terdapat juga penggalan kitab Fathul Wahhab karangan Zakariya Al-Ansharei (wafat 1277). Kitab lainnya yang terdapat dalam bendelan kitab itu adalah kitab Faroid. Namun tidak diketahui juga siapa penulis dan tahun penulisan dari kitab yang terakhir ini.
Hal tersebut diatas, juga selaras dengan pandangan Simuh, seorang penulis buku-buku tentang Ronggowarsito. Ia mengatakan bahwa disamping memiliki perpustakaan yang berisi buku-buku agama Islam, Pesantren Tegalsari juga memiliki perpustakaan Kejawen.
Kesimpulannya tersebut berangkat dari beberapa fakta tentang Kyai yang membawa Gebang Tinatar-Tegalsari menuju masa kejayaannya, yaitu: Kyai Kasan Besari. Selain terkenal dengan kesaktiannya, kyai Kasan Besari adalah menantu Pakubuwono IV. Dengan demikian, Kyai Kasan Besari adalah seorang priyayi. Dan sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu bahwa setiap priyayi bisa dipastikan mempunyai koleksi kitab-kitab kejawen.
Belum lagi, dibawah asuhannya telah lahir seorang pujangga jawa kenamaan; Raden Ngabehi Ronggowarsito. Hal ini memperkuat dugaan Simuh. Selain itu, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh LHKP-PD Muhammadiyah Yogyakarta yang berjudul‘Kesultanan Majapahit’ menyebutkan bahwa ‘Kitab Jangka Jayabaya’ yang sampai saat ini terkenal dimasyarakat sebagai karangan Ronggowarsito maupun Prabu Jayabaya dari Kerajaan Kediri, sebenarnya adalah karya Kyai Kasan Besari dari Tegalsari ini. Kitab yang dipercaya masyarakat berisi ramalan ‘Jaman Edan’ dan ‘Ratu Adil’ itu sebenarnya adalah analisis sosial yang akan dijadikan acuan merumuskan ‘program pembudayaan’ di daerah Ponorogo dan sekitarnya.