Bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, seperti: desa Nglawu, Bantengan, Malo, Joresan dan lain-lain.Karena banyaknya orang yang datang dan kemudian menetap di Tegalsari, maka didirikanlah sebuah masjid yang dikelilingi oleh pondokan-pondokan kecil untuk tempat tinggal para santri.
Saat Fokkens mengunjungi Tegalsari, desa itu sudah tampak ramai dan maju. Pohon-pohon rindang berjajar rapi dipinggir-pinggir jalan desa yang dekat dengan pasar Wage itu.
Sebuah pasar yang saat Fokkens kesana sudah ramai dikunjungi orang. Rumah-rumah penduduk terlihat besar-besar dengan halamannya yang luas. Memasuki area pesantren, Fokkens sudah mendapati sebuah rumah besar model pendopo dengan temboknya yang tebal.
Baca Juga:Ketika Prabowo Subianto-Jokowi Salat Jumat Bareng Sheikh Mohamed bin ZayedKitab Tantupagelaran: Bumi Miring Penyebabnya Gunung Meru di India Terlalu Berat, Akhirnya Pindah ke Tanah Jawa
Rumah itu adalah tempat tinggal sang Kyai. Masjid dibangun terpisah dari rumah kyai. Arsitektur masjid saat itu sudah terlihat mewah dan besar. Beratap dua sirap dan memiliki satu serambi. Lantainya setinggi empat kaki dan diberi tangga. Dibelakang masjid terdapat sebuah makam keluarga.
Disekeliling masjid terdapat pondokan-pondokan yang terbuat dari bambu. Lantai pondok juga terbuat dari bambu dan dibikin lebih tinggi dari permukaan tanah.
Didepannya terdapat teras yang bisa dipakai untuk istirahat. Disetiap kamar terdapat rak dari bambu tempat menyimpan buku dan kertas. Para santri memiliki lumbung-lumbung padi sebagai tempat menampung kebutuhan makan mereka selama dipondok. Satu lumbung digunakan oleh empat sampai lima orang santri. Mereka menjaganya secara bergantian.
Sejak awal didirikannya masjid dan pondokan-pondokan, Bahasa Arab sudah mulai diajarkan di Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari. Dan pada perkembangannya, kitab-kitab agama Islam juga banyak dikaji dipesantren ini.
Hingga saat ini masih ditemukan beberapa kitab peninggalan masa awal Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari.
Sebut saja misalnya: Al-Munhati, Jauharuttauhid, Jauharussamin Liummil Barohain dan kitab Tajwid. Tidak diketahui siapa penulis beberapa kitab tersebut. Namun dari tulisannya, diduga penulisnya adalah satu orang dan pernah belajar di Tanah suci Mekah.
Kitab-kitab tersebut menggunakan keterangan berbahasa arab dan kertasnya juga tidak berasal dari daerah sekitar Tegalsari, melainkan kertas yang identik dengan kertas-kertas yang ada didaerah arab pada masa lalu. Tidak diketahui pula kapan kitab-kitab itu ditulis, hanya pada halaman pertama kitab Jauharussamin Liummil Barohain tertulis bulan Jumadil Awal tahun Alif.