Ketiga, posisi China dalam konflik ini patut diperhitungkan Indonesia. Karena Indonesia dan China memiliki kepentingan langsung satu sama lain.
Saya benar-benar tidak menemukan argumentasi rasional untuk mendukung klaim Presiden Jokowi dan Menteri Luar Negeri Retno bahwa kunjungan kerja ke Rusia dan Ukraina adalah demi agenda perdamaian dan mengamankan rantai pasok pangan dunia.
Ini mengingat alasan alasan di atas dan Indonesia pun secara nyata masih berkutat dengan urusan ketahanan pangan dalam negeri yang tidak terkait dengan rantai pasok pangan dunia.
Baca Juga:Megawati Soal Pilih Mantu Jangan Tukang Bakso, Pengamat: Apa Bedanya dengan Narasi Jin Buang Anak?Dinkes Kabupaten Cirebon Catat Kasus DBD Januari-Juni Capai 1.000 orang, 8 Meninggal Dunia
Mudahnya Indonesia mengalami kelangkaan atau kenaikan harga komoditas dalam negeri, menjadikan safari diplomasi kepala negara dengan tema rantai pasok pangan dunia menjadi kehilangan relevansinya.
Jika kunjungan kerja ini sesuai amanat pembukaan konstitusi, turut menjadi pertanyaan karena sebelum turut ikut melaksanakan ketertiban dunia, konstitusi mengamanatkan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun entah mengapa dua hal tersebut masih belum sempurna, pemerintah sudah melompat ke bagian ketertiban dunia.
Kunjungan kerja yang terlanjur dilakukan ini, saya berharap agar presiden Jokowi dan jajarannya mendapatkan sesuatu yang relevan untuk kepentingan nasional.
Minimal, perluasan market ke Eropa, Ukraina, dan Rusia untuk produk Indonesia atau kerjasama menguntungkan lainnya. (*)