Judha menekankan pemerintah melalui KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang sedari awal sudah terlibat memberikan bantuan dan pendampingan setelah sejak mengetahui kasus pembunuhan terhadap Adelina. Mulai dari pengurusan jenazah hingga pemulangan ke tanah air dan jasadnya diserahkan kepada pihak keluarga.
Pemerintah juga telah menunjuk seorang pengacara untuk memantau proses hukum pidana yang berlangsung terhadap majikan sebagai terdakwa kasus pembunuhan Adelina. Pihak KBRI dan KJRI juga hadir di setiap sidang kasus Adelina.
Kementerian Luar Negeri juga mengirim nota diplomatik. Dalam beberapa kesempatan pertemuan bilateral, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan kasus pembunuhan Adelina kepada pihak Malaysia. Duta besar dan konsulat jenderal juga pernah menemui jaksa agung Malaysia.
Baca Juga:Adelina Lisao Miskin di Kampung Dibunuh di MalaysiaHotman Paris dan Nikita Mirzani Jadi Sorotan Terkait Holywings
Judha mengatakan jaksa penuntut umum dalam persidangan tahap sebelumnya mencabut tuntutan dan meminta agar kasus ini diputuskan sebagai bebas bersyarat. Tapi jaksa tidak bisa menyampaikan argumentasi hukum terhadap usulannya tersebut ketika ditanya hakim, dan hanya menjawab bahwa ini perintah atasan.
Karena jaksa tidak dapat mengemukakan alasan hukumnya, maka hakim memutuskan terdakwa pembunuh Adelina bebas murni. Judha menegaskan hal itu menunjukkan jaksa tidak cermat dan tidak serius menangani perkara pembunuhan Adelina.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan vonis bebas dari Makahmah Agung Malaysia tersebut memperpanjang preseden tentang impunitas yang dinikmati para pelaku kekerasan di Malaysia. Dia menambahkan dalam beberapa kasus sebelumnhya, juga terdakwa juga dibebaskan.
“Saya kira semua pihak, masyarakat sipil, pemerintah Indonesia, kemudian masyarakat di Malaysia harus mendorong impunitas pada pelaku kekrasan harus segera diadili dan akses keadilan pada korban harus segera diwujudkan,” ujar Wahyu.
Wahyu Susilo menambahkan dulu juga pemerintah Indonesia lambat dalam menangani kasus-kasus penyiksaan terhadap buruh migran di Indonesia, seperti yang menimpa Nirmala Bonat dan Wilfrida Soik. Pemerintah selalu menanyakan apakah korban buruh migran legal atau tidak legal sebelum memberi bantuan hukum.
Untuk mencegah kasus terus berulang, pemerintah diserukan tidak terburu-buru mengirim buruh migran sebelum Malaysia membenahi prasyarat yang mendukung keadilan terhadap korban. Apalagi sekarang ada penolakan dari masyarakat Malaysia tentang upah minimum 1.500 ringgit untuk mempekerjakan asisten rumah tangga asal Indonesia.