Rara Santang naik haji bersama kakaknya Raden Walangsungsang yang juga bergelar Pangeran Cakrabuana. Dialah yang mengawali pembukaan Negeri Caruban Larang atau Cirebon sebelum naik haji.
Pernikahan Syarif Abdillah dan Syarifah Mudaim dikaruniai dua anak yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Di cerita ini muncul nama Syarif Nurullah merupakan adik Syarif Hidayatullah. Tulisan de Graaf menyebut Nurullah itu sebagai Sunan Gunung Jati.
Setelah Syarif Abdillah meninggal, Syarifah Mudaim bersama Syarif Hidayatullah pulang ke Cirebon ikut kakaknya. Tahta Ismailiyah diserahkan ke adiknya, Syarif Nurullah.
Baca Juga:Hari Ini 495 Tahun Lalu, Pasukan Cirebon-Demak Usir Portugis di Sunda KelapaKerusakan Hutan Mangrove di Pantura Jabar Capai 43.000 Hektar
Dalam perjalanan ke Jawa, Syarifah Mudaim dan Syarif Hidayatullah singgah ke Mekkah, Gujarat, dan Pasai. Di Mekkah menyempatkan berguru kepada Syeikh Tajmuddin Al Kubri dan Syeikh Ataulahi Sadzali selama dua tahun.
Kemudian melanjutkan perjalanan ke Gujarat lantas ke Pasai. Di Pasai berguru kepada Sayid Ishak yang pernah menyebarkan Islam di Pulau di Jawa. Setelah itu meneruskan ke Cirebon.
Tahun 1479 M, Sunan Gunung Jati menikah dengan putri kraton Nyai Ratu Pakungwati. Dari sinilah Syarif Hidayatullah akhirnya menjadi Sultan Cirebon.
Tahun 1568 M Sunan Gunung Jati wafat. Di antara istri-istrinya ada seorang putri Raja Yung Lo bernama Hong Gie yang dinikahi tahun 1485. Orang menyebutnya dengan nama Putri Ong Tien. Hiasan keramik Cina di makam Gunung Jati menandakan barang-barang Tiongkok banyak didatangkan ke Cirebon.
Fatahillah atau Faletehan diceritakan keturunan Arab berasal dari Gujarat, India, masuk ke Demak di zaman Sultan Trenggana (1505-1518). Dia kemudian diangkat menjadi komandan pasukan Demak ke Banten untuk mengusir orang-orang Portugis di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1527.
Tentang pergantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, budayawan Betawi Ridwan Saidi meragukan itu berasal dari Fatahillah. Sebab mustahil orang Arab memilih nama kota dengan bahasa Sansekerta. Menurut Ridwan Saidi, nama Jayakarta sudah ada sejak zaman Pajajaran.
Fatahillah rupanya menjadi kepercayaan Sunan Gunung Jati sehingga dinikahkan dengan puterinya, Ratu Wulung Ayu. Semula putrinya itu istri Pangeran Sabrang Lor alias Adipati Yunus, kakak Pangeran Trenggana. Setelah Yunus wafat saat penyerbuan ke Malaka mengusir Portugis, jandanya dinikahi Fatahillah.