ULANG tahun DKI Jakarta pada Rabu (22/6/2022) tidak lepas dari peristiwa sejarah. Apalagi Jakarta sudah masuk usia 495 tahun. Tentu banyak peristiwa dan hall menarik yang belum banyak diketahui tentang Jakarta.
Sebelum ditetapkan sebagai ibukota dan berkembang menjadi metropolitan, wilayah ini memiliki riwayat yang panjang. Riwayat dimulai sebagai tempat hunian ketika digunakan sebagai pemukiman sederhana pada zaman dahulu. Hal ini dapat diketahui dari situs-situs kepurbakalaan prasejarah yang ada di Jakarta.
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Wikipedia, lebih dari 400 tahun lalu, tepatnya pada 1527, pasukan Demak-Cirebon yang dipimpin Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Jakarta, yang saat itu masih bernama Sunda Kelapa.
Baca Juga:Kerusakan Hutan Mangrove di Pantura Jabar Capai 43.000 HektarNenek Berusia 81 Tahun Ditemukan Meninggal Dunia di Ladang RPH Gunungkidul, Dagu-Pipi Luka
Pangeran Fatahillah dari Demak berhasil merebut Sunda Kelapa dan mengubah namanya menjadi Jayakarta. Pergantian nama tersebut diperkirakan terjadi pada 22 Juni, yang kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai hari jadi Kota Jakarta.
Jayakarta pada saat itu mengalami perubahan nama menjadi Batavia saat VOC menguasai wilayah ini pada 1619. Dalam sejarahnya nama Batavia mempunyai masa hidup yang sangat lama, yaitu hingga tiga abad lebih (1619-1942).
Saat pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada 1942, Batavia diganti menjadi Djakarta atau Djakarta Tokubetsu Shi. Barulah setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Jakarta tetap dipakai dengan meninggalkan nama Jepangnya.
Bahkan, pada periode Kerajaan Tarumanegara, Jakarta yang masih menggunakan nama Sunda Kelapa tumbuh menjadi sebuah kota pusat perdagangan. Menurut kesaksian para musafir Portugis, Sunda Kelapa dipimpin para pejabat tinggi. Misalnya Tumenggung Sang Adipati dan syahbandar.
Kelimpahan hasil perdagangan itulah yang memikat bangsa Portugis di Malaka untuk membangun benteng di Sunda Kelapa. Namun, sebelum rencana itu terwujud, Pangeran Fatahillah lebih dahulu merebut Sunda Kelapa pada 1527 dan mengubah namanya menjadi Jayakarta.
Perdagangan di Jayakarta makin ramai hingga timbul persaingan di antara pedagang Eropa, khususnya Portugis, Belanda, dan Inggris. Orang-orang Eropa itu saling berlomba untuk memperoleh konsesi dari penguasa setempat. Konsesi itu untuk mendirikan kantor dagang.
Pada 1619, Belanda memindahkan kantor serikat dagang VOC dari Banten ke Jayakarta. Setelah itu, Jayakarta diubah namanya menjadi Batavia dan dijadikan sebagai pusat kekuasaan Belanda di Indonesia.