KASULTANAN Cirebon pernah dipimpin oleh Fadhilah Khan, dua tahun sejak Sunan Gunung Jati mangkat. Demikian ditulis pada akhir paragraf buku Suluk Gunung Jati Novel Perjalanan Ruhani Syaikh Syarif Hidayatullah, karya E. Rokajat Asura (2016: 319);
“Dua tahun sejak kematian Sunan Gunung Jati, Fadhilah Khan memegang tampuk kekuasaan Kesultanan Cirebon. Pada saat yang sama, Kesultanan Banten menyatakan berdaulat penuh, tidak lagi berada di bawah Kesultanan Cirebon. Kidung sunyi menyelinap sempurna.”
Bahasan tentang Fadhilah Khan ini dalam Carita Purwaka Caruban Nagari: Karya Sastra sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah (Atja, 1986) cukup panjang lebar dengan berbagai sumber primer dan sekunder (termasuk peneliti asing). Di antara penulis itu J. Hageman, J. de Barros, R.A. Kern, dan Tome Pires, adapun dari Indonesia, antara lain Hoesein Djajadiningrat, Soekanto, Atja dan Ayatrohaedi. Salah satu referensi novel suluk Gunung Jati ini buku karya Atja tersebut. Sekalipun dalam bentuk novel, karya Asura ini mencantumkan daftar pustaka dari buku-buku sejarah dan hasil kajian serius, selain dari sumber online melalui website.
Baca Juga:Memoles Citra Diri Politisi, Jangan Sampai Berujung Lemparan Alas KakiKorem 063/SGJ Resmi Buka Liga Santri di Stadion Purnawarman
Disebutkan dalam Atja (1986: 68) tentang Fadhilah Khan, seperti dinarasikan Asura di atas;
“Kedudukan sebagai raja – pendeta ditempati oleh Fadhilah Khan, hingga ia wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan berdampingan di sebelah timur makam Susuhunan Jati. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya kedudukan Fadhilah semasa hidupnya dalam perkembangan Sejarah Cirebon. Dan julukan atau gelar yang diketahui masyarakat, khususnya penduduk Cirebon, ialah Wong Agung Sebrang, Wong Agung Pase, Pangeran Paseh dan Ratu Bagus Pase atau Tubagus Paseh.”
Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari ditulis oleh Pangeran Aria Cirebon tahun 1720 dengan aksara Jawa, bahasa Jawa-Cirebon. Dalam naskah itu, Fadhilah Khan dilahirkan di Pasai (Paseh) pada tahun 1490 M., salah seorang putera Maulana Makhdar Ibrahim berasal dari Gujarat. Nama lainnya, Falatehan, Faletehan, dan Fatahillah. Sunan Gunung Jati adalah mertua Fadhilah Khan, sebab menikah dengan salah seorang putrinya, Ratu Ayu, janda Pangeran Sabrang Lor, suami pertama putera Sultan Demak, Sultan Trenggono. Salah satu puteri Fadhilah dengan Ratu Ayu bernama Ratu Wanawati Raras yang menikah dengan Pangeran Sawarga atau Suwarga bergelar Pangeran Dipati Carbon yang Pertama pada tahun 1544. Dipati Carbon I ini calon pengganti kakeknya, Sunan Gunung Jati, tetapi meninggal terlebih dahulu pada tahun 1565 M. Dipati Carbon I ini putera ketiga Pangeran Pesarean dengan Ratu Nyawa.