KETURUNAN atau Trah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II terus berupaya agar sosok raja kedua Keraton Yogyakarta itu dijadikan sebagai Pahlawan Nasional meski harus menelusuri jalan panjang yang berliku.
Dalam proses pengajuan Sri Sultan HB II sebagai Pahlawan Nasional dibutuhkan artefak, terutama manuskrip atau catatan kuno karya Sri Sultan HB II untuk dikembalikan karena akan dipakai sebagai bukti artefak dalam pengajuan.
Benda-benda atau artefak artefak milik Sri Sultan HB II tersebut telah dirampas Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, dalam Perang Sepehi atau Geger Sepehi pada 20 Juni 1812.
Baca Juga:Polisi Tangkap Pelaku Penusukan WNA asal ChinaPernikahan Dyah Pitaloka Citraresmi dengan Hayam Wuruk, Ambisi Gajah Mada
Ada 40 naskah atau manuskrip karya Sri Sultan HB II yang saat ini tersimpan di British Museum London, British Library London, serta Bodleian Library London.
Dalam rilis pers, Minggu (19/6) dari Yayasan Vasiatti Socaning Lokika, menyatakan bahwa pada Kamis (2/6), lalu, Trah Sri Sultan HB II melakukan koordinasi dan pendekatan pada Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Tujuan koordinasi tersebut adalah untuk membahas fasilitasi pengembalian benda atau artefak bersejarah, terutama 40 manuskrip kuno karya Sri Sultan HB II.
Dalam pertemuan tersebut, pihak Trah Sri Sultan HB II yang kini bernaung di bawah Yayasan Vasiatti Socaning Lokika menyampaikan beberapa poin.
“Pertama, Trah Sri Sultan HB II mendorong Kementerian Luar Negeri untuk memfasilitasi upaya pengembalian aset, manuskrip dan benda bersejarah milik Sri Sultan HB II sesuai ketentuan yang berlaku,” demikian kata Fajar Bagoes Poetranto, Ketua Yayasan Vasiatti Socaning Lokika, dalam rilis pers tersebut.
Fajar Bagoes menambahkan bahwa Trah Sri Sultan HB II ingin dalam proses pengembalian 40 manuskrip karya Sri Sultan HB II itu terjadi secara unilateral antara pihak Trah Sri Sultan HB II dengan Kerajaan Inggris.
“Trah Sri Sultan HB II siap menyediakan infrastruktur untuk menyimpan 40 manuskrip dan benda bersejarah milik Sri Sultan HB II jika dikembalikan oleh Kerajaan Inggris,” ujar Fajar Bagoes Poetranto.
Hal tersebut merujuk pada cara yang sama dilakukan Kerajaan Inggris saat mengembalikan 75 naskah kuno kepada Keraton Yogyakarta pada Maret 2019 silam.