ADA upaya melemahkan Badan Intelijen Negara (BIN) di balik beredarnya kabar pembelian sekitar 2.500 mortir dari Serbia untuk operasi di Papua pada tahun 2021.
Pengamat politik dan intelijen Bondhan Wibisono menanggapi laporan Conflict Armament Research (CAR), kelompok pemantau senjata berbasis di London, yang menyebut Badan Intelijen Negara (BIN) membeli sekitar 2.500 mortir dari Serbia untuk operasi di Papua pada 2021.
Dikatakan Bondhan, di era serba bebas saat ini, sangat mungkin seseorang tidak bertanggung jawab sengaja melempar isu untuk merusak kredibilitas lembaga-lembaga tinggi negara.
Baca Juga:Media Rusia Siarkan Video Alexander Drueke dan Andy Huynh asal AS yang Ditangkap di UkrainaJoe Biden Terjatuh Saat Mengendarai Sepeda
“Pada era post-truth hari ini, banyak orang tidak bertanggungjawab, menebarkan berita palsu untuk merusak kepentingan umum, merusak ketentraman masyarakat, dan merusak negara,” ujar Bondhan kepada delik.news, Minggu (19/6).
Dia menilai, laporan tersebut tidak benar, sebab tugas BIN adalah mengumpulkan informasi, bukan melakukan operasi militer.
“Informasi soal penggunaan mortir itu jelas tudingan yang kejam dengan strategi disinformasi yang menyesatkan,” katanya.
Bondhan mengaku tidak heran dengan adanya hoaks seperti itu. Pasalnya, para simpatisan dan pendukung separatisme di Papua beberapa waktu lalu, juga menyebarkan video suntingan yang bermaksud menyudutkan pemerintah Indonesia. Faktanya, video tersebut hasil suntingan, bukan kejadian yang sesungguhnya.Â
“Yang kami sayangkan, hoaks macam ini dilakukan secara sistematis untuk merusak citra institusi negara yang jelas-jelas telah bekerja keras untuk menjaga keamanan negara,” ujarnya.
Bondhan mengaku, isu penggunaan senjata pemusnah massal di Papua bukan hal yang mengejutkan, sebab menyebarkan hoaks juga bagian dari strategi perjuangan kaum separatis dimana pun di dunia.Â
“Ada yang namanya active measures. Itu suatu strategi perang politik yang dalam sejarahnya dulu digunakan Uni Soviet pada dekade 1920-an. Kelompok separatis di dunia sering menerapkan strategi ini. Ada skenario disinformasi, propaganda, desepsi, sabotase, dan sebagainya. Saya melihat ini juga dipakai banyak orang untuk mendukung Papua Merdeka,” katanya.
Baca Juga:Menpora Minta Selidiki Kasus Meninggalnya Suporter di GBLAPrabowo Subianto dan Cak Imin Ingin Kerja Sama dalam Pemilu 2024
Lebih lanjut, Bondhan mengatakan, pendukung separatis sudah terbiasa menyebarkan propaganda dan hoaks untuk menyudutkan otoritas negara dan mencari dukungan dunia internasional.Â
Badan Intelijen Negara (BIN) juga memastikan bahwa laporan Conflict Armament Research (CAR) atau kelompok pemantau senjata berbasis di London, membeli sekitar 2.500 mortir dari Serbia untuk operasi di Papua pada 2021 silam tidak benar.