Jika Drueke dan Huynh ditangkap, maka mereka akan menjadi warga AS pertama yang dikonfirmasi sebagai tawanan perang dalam konflik Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari. Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, jika laporan itu benar, maka Amerika Serikat akan melakukan segala upaya untuk membebaskan warganya.
Ibu Alexander Drueke, Lois Drueke, mengatakan, dia telah melakukan kontak dengan Kedutaan Besar AS untuk Ukraina, yang berlokasi di Polandia. Alexander Drueke dan Andy Huynh telah memberi tahu keluarga mereka pada 8 Juni bahwa mereka akan offline selama beberapa hari. Tetapi keduanya tidak memberikan perincian, karena takut komunikasi mereka disadap.
“Sebagai seorang ibu tentu saja saya tidak ingin anak saya dalam bahaya. Tetapi saya tahu bahwa itu sangat penting bagi Alex, dia menginginkan tujuan dalam hidupnya dan dia merasa bahwa ini baik dan mulia,” kata Lois Drueke.
Baca Juga:Joe Biden Terjatuh Saat Mengendarai SepedaMenpora Minta Selidiki Kasus Meninggalnya Suporter di GBLA
Alexander Drueke sempat bertugas di Irak sebagai penembak utama pada 2008-2009. Sementara Andy Huynh adalah mantan marinir AS yang meninggalkan dinas pada 2018. Keduanya tidak saling mengenal sebelum bertemu di Ukraina. Meduanya merasa terdorong untuk mendukung pemerintah Ukraina setelah melihat foto-foto korban sipil saat Rusia mundur dari kota-kota di luar Kiev pada akhir Maret.
“Ketika Andy melihat rekaman ini keluar dari Ukraina, dia mengatakan, dia tidak bisa tidur, tidak bisa makan, karena apa yang dialami warga sipil tak berdosa ini,” kata Black.
Rusia membantah menyerang warga sipil dan menuduh Barat bertindak sebagai “tentara bayaran”. Moskow mengatakan, dukungan Barat untuk Kiev dapat menyeret konflik berkepanjangan dan menyebabkan lebih banyak korban.
Pekan lalu, dua warga negara Inggris dan seorang Maroko dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Republik Rakyat Donetsk yang pro-Rusia. Ketiganya ditangkap saat sedang berperang membela Ukraina. (*)