PROGRAM Kurikulum Merdeka Belajar masih terkendala Information Technology (IT). Khususnya sekolah-sekolah yang berada di daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T).
Anggota Komisi X DPR Zainuddin Maliki meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatasi persoalan IT itu. Kurikulum Merdeka Belajar memang punya pembelajaran yang fleksibel, tetapi ketergantungan terhadap akses internet itu menjadi lebih kuat.
“Akses internet ini menjadi masalah bagi penyelenggara atau guru sekolah-sekolah seperti di Palembang (Sumatera Selatan). Bagaimana di daerah terpencil?” ujar Zainuddin dalam keterangannya, kemarin.
Baca Juga:Zulhas Resmi Jadi Mendag, Fahira Idris: Kemendag-Kemenperin Segera Evaluasi Kebijakan Soal Minyak GorengPengamat: Reshuffle Berbasis Menjawab Tantangan yang Dihadapi Negara atau Mengakomodir Kepentingan Politik?
Kurikulum Merdeka Belajar, lanjutnya, menekankan pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat dan minat. Para pelajar dapat memilih pelajaran apa saja yang ingin dipelajari sesuai dengan bakat dan minatnya.
Dari segi konsep, kata dia, kurikulum ini menempatkan sumber belajar itu tidak hanya terbatas pada guru, buku, tapi juga pembelajaran kehidupan yang lebih luas. Misalnya, siswa belajar tentang ekonomi dengan pendekatan utility memanfaatkan pasar. Para siswa bisa terjun ke pasar atau atau mensimulasikan saja.
“Nah, kalau mensimulasikan itu butuh teknologi. Di sinilah kelemahan dari implementasi dari Kurikulum Merdeka Belajar ini yang dijalankan oleh sekolah penggerak,” kata dia.
Zainuddin bilang, program ini dijalankan dengan baik di sekolah-sekolah bagus. Evaluasi dari Kemendikbudristek, terjadi peningkatan prestasi belajar. Capaian literasi menjadi 570, sedangkan saat menerapkan kurikulum 2013 hanya mencapai angka 532, setelah terkena pandemi turun lagi menjadi 482.
“Dengan menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar memang ada peningkatan capaian literasi. Akan tetapi hanya terjadi di sekolah-sekolah yang Sumber Daya Manusianya (SDM)-nya sudah baik,” terang legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur X ini.
Para guru yang menjalankan Kurikulum Merdeka Belajar ini beberapa kota besar, sudah mendapatkan bimbingan, pendampingan atau pelatihan. Juga dilengkapi sarana penunjang terutama adalah IT.
“Yang harus kita antisipasi adalah daerah-daerah yang masih belum bisa mencukupi guru yang kompeten dan sarana prasarana (sarpras) dukungan sumber belajar itu yang perlu kita pelajari,” ujarnya.
Baca Juga:Usai Tandatangani Aturan Operasi Militer Non-perang, Xi Jinping Telepon Vladimir PutinAmnesty Internasional Desak India Akhiri Tindakan Kejam pada Pengunjuk Rasa Muslim
Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf menambahkan, pemerintah kudu menyiapkan sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan Program Sekolah Penggerak (PSP). Pemerintah tidak boleh hanya berbicara program atau project based, tapi harus menyiapkan platform menuju era digital.