SYAHDAN ratusan tahun lalu, datanglah sebuah kapal dari negeri Tiongkok ke pesisir Junti, Kabupaten Indramayu. Kapal tersebut dipimpin oleh saudagar kaya raya bernama Dampu Awang. Kapal tersebut berlabuh di pesisir Junti, yang merupakan permukiman yang ramai penduduk.
Pesisir Junti dipimpin oleh Ki Gedeng Junti, yang memiliki putri cantik jelita bernama Nyi Mas Ratu Junti. Melihat kecantikan Nyi Mas Ratu Junti, Dampu Awang langsung jatuh cinta. Dia pun melamar sang putri untuk dijadikan istrinya.
Namun, cinta Dampu Awang ternyata bertepuk sebelah tangan. Lamaran Dampu Awang untuk memperistri Nyi Mas Ratu Junti ditolak meski dengan halus. Caranya, Dampu Awang diberikan syarat yang sulit dipenuhi.
Baca Juga:Ibu Muda Melahirkan di Atas Kendaraan Roda Tiga di Pinggir Jalan Kedokanbunder15-16 Juni, Pesisir Indramayu-Cirebon Waspada Angin Kencang dan Gelombang Tinggi hingga 2,5 Meter
Dampu Awang harus mampu menebang pohon bambu kecil (yang dikenal warga setempat dengan istilah pring ori), dalam waktu semalam. Pring ori itu tumbuh lebat memagari pekarangan rumah Ki Gedeng Junti.
Dampu Awang yang merasa tidak mungkin memenuhi syarat itu dalam waktu semalam, akhirnya melancarkan taktik. Dia mengumpulkan warga dan menaburkan emas picis dunya brana di antara pring ori di pekaranagn rumah Ki Gedeng Junti. Warga diperbolehkan mengambil koin emas itu dengan cara membabat pring ori tersebut.
Taktik Dampu Awang hampir berhasil. Namun, Nyi Mas Ratu Junti dan ayahnya menilai hal yang dilakukan Dampu Awang sebagai bentuk kecurangan. Karena itu, dia bergegas mengibarkan selendang putihnya sebagai tanda fajar menyingsing.
Menyaksikan hal itu, Dampu Awang murka dan langsung mengejar Nyi Mas Ratu Junti yang melarikan diri. Dalam pelariannya itu, Nyi Mas Ratu Junti sampai di sebuah lokasi yang terdapat pohon yang mencuat hingga lokasi itu dikenal sebagai Desa Juntinyuat.
Setelah itu, Nyi Mas Ratu Junti berlari dengan melewati kebun hingga lokasi itu dinamakan Desa Juntikebon. Sang putri kemudian berlari melewati lahan berpasir, yang dalam bahasa setempat disebut wedi atau weden, sehingga dinamakan Desa Juntiweden. Setelah itu, pelariannya melewati sebuah telaga atau kedokan, sehingga lokasinya dinamakan Desa Juntikedokan.
Nyi Mas Ratu Junti terus berlari dan meminta perlindungan Syeh Bentong, seorang wali di Kesenden Cirebon. Dampu Awang tetap mengejar dan bentrok dengan Syeh Bentong. Dampu Awang kalah dan Nyi Mas Ratu Junti selanjutnya menikah dengan Syeh Bentong. Setelah pernikahan itu, rakyat Junti selanjutnya memeluk agama Islam mengikuti ajaran Syeh Bentong.