Raji mengecam penabalan nama Aceh pada makanan tidak halal seperti nasi dendeng babi yang dijual warung terebut, mengingat Aceh sangat identik dengan Islam dan dapat kewenangan otonomi khusus dari pemerintah pusat untuk menjalankan hukum syariat Islam.
“Kita ga mempermasalahkan soal makanan babi atau semacamnya, karena kita semua punya HAK dan dilindungi , tapi perlu di garis bawahi juga, kalau Aceh juga punya Undang-Undang tersendiri terkait kekhususan Syariat Islam. saya pikir semua orang pasti tau kalau #MASAKANACEHHALAL, orang2 kalo mau kulineran masakan Aceh gaperlu ragu soal kehalalannya,” katanya.
“Jadi yang saya kritisi adalah brand Aceh yg muncul di produk tsb, tapi menjual makanan non Halal. Saya pikir kurang arif Masakan Aceh/ brand nama Aceh disandingkan dengan makanan non halal.
Baca Juga:34 Wilayah Berpotensi Terdampak Gelombang Tinggi 1,25 hingga 6 MeterEpidemiolog: Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5 Bisa Picu Gelombang Covid-19
sekali lagi, saya lahir dan besar juga dilingkungan teman-teman non muslim. Jadi saya tidak mempermasalahkan usaha makanan non halal nya, tapi menempatkan nama ACEH yg identik dengan Keislamanan dan Kehalalannnya yg disandingkan dengan makanan non halal saya pikir kurang bisa diterima masyarakat Aceh khususnya.”
Yuswardi Ali Suud, warga Aceh lainnya di Jakarta juga punya pengalaman singgah di gerai makanan yang menjual nasi gurih dendeng babi di Muara Karang. Ia menemukan itu saat mencari warung khas Aceh melalui Google. Dengan dipandu Google Map, Yuswardi meluncur ke lokasi.
“Posisinya di food court dalam pasar Muara Karang. Pelanggannya rata-rata berwajah oriental,” cerita dia melalui akun Facebook Yuswardi Ali Suud.
Yuswardi awalnya tak curiga gerai itu menjual menu babi, mengingat di raknya tertulis ‘Nasi Uduk Aceh 77’. Namun, ia kaget ketika menanyakan ke penjaga warung, “apa aja lauknya?”
“ada telur balado, dendeng babi, sate babi…” jawab penjaga warung.
“Whaat? Warung Aceh dengan menu babi?? Tiba-tiba saya merasa mual. Tanpa menyimak lagi penjelasan tentang daftar menunya, saya melangkah menjauh. Selera makan pun lenyap entah ke manang. What a Sunday moring,” tulis Yuswardi yang pernah bekerja sebagai jurnalis sebuah media ternama di Jakarta. (*)