Akhirnya yang menjadi biang keladi kerusuhan bukanlan Jabin, namun seorang demang desa Perdagangan yang bernama Nairem (Neirem). Ia adalah pengikut Bagus Rangin yang merupakan biang keladi kerusuhan 1811 yang masih dibiarkan di Krawang, dimana ia selalu berusaha membuat kerusuhan-kerusuhan. Selain Nairem, ada juga seorang dari Distrik Semarang yang bernama Rono Diwongso.
Peta pergerakannya sebagai berikut: Jalan raya dari Bogor, yang melewati Sukabumi, Cianjur (dulunya ibu kota Priangan), Bandung, Sumedang dan terus ke timur laut menuju Tomo Karangsambung, dipinggir Cimanuk, di perbataasan Priangan-Cirebon. Ditempat itu terdapat gudang-gudang penyimpanan kopi yang penting.
Pemberontakan pada tahun 1818 muncul dalam dua tahap, yaitu pada bulan Januari sampai Februari dan blan Juli sampai Agustus. Pada tahap pertama, Nairem sudah tertangkap dan ketika itu ia ditahan tanpa ada kepastian tentang kesalahannya sebaga pemimpin dan perencana pemberontakan. Pada tahap kedua, Serrit yang menjadi kepala pemberontakan tertangkap. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Nairem adalah terdakwa utama. Seperti tertera dalam surat keputusan gubernur jendral tanggal 12 Oktober 1818 No. 3 sehubungan dengan pemberitaan sebelumnya, tanggal 26 September No. 128, bahwa:
Baca Juga:Aliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur Ingatkan Heru Rusyamsi Kembalikan 2 Kitab, Sketsa Pintu Utama Goa Sunyaragi dan Denah Masjid Agung Sang Cipta RasaAliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur: Heru Rusyamsi Tidak Berhak Menyandang Gelar Sultan
Ada cukup alasan untuk menetapkan tahanan yang bernama Bagus Serrit dalam bulan Februari tahun ini terang-terangan menimbulkan pemberontakan dan mengangkat dirinya sebagai kepala pemberontak.
Ia mengerahkan anak buahnya yang dipersenjatai melawan pasukan yang dikirim pemerintah ke sana untuk mengembalikan ketentraman dan bertempur dengan mereka.
Selama pemberontakan itu telah terbunuh pegawai-pegawai pemerintah atas perintahnya, menurut bukti-bukti sementara, terjadi perampokan, pembakaran yang menimbulkan kekacauan besa, tidak mengindahkan sama sekali perintah yang dikeluarkan pemerintah.
Ketika kerusuhan terjadi, nama-nama sultan juga disebutkan karena keterlibatan mereka dalam erusuhan tersebut baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya: Residen Madura dan Sumenep memberitakan dalam suratnya tanggal 3 Februari 1818 No. 90 bahwa seorang yang bernama Sominta Raja, kelahiran Cirebon, telah tiba di Sumenep dari Malaka dengan menumpang kapal yang berasal dari Bangil, melalui pulau Baviaan. Ia menyebut dirinya Pangeran Ario dan termasuk keluarga Sultan Kanoman, ia diserta wanita-wanita dan dua orang anak-anak, beserta dua orang haji, kesemuanya adalah orang Cirebon. Pangeran tersebut menunjukkan surat alan dari Inggris, bertanggal Malaka, 31 Januari 1815, sedang kedua haji itu tidak mempunyai surat-surat. Pangeran itu menerangkan bahwa semasa Daendels, ia dibuang ke Banyuwangi, tapi ditengah jalan kapal ditangkap Inggrsis dan ia dibawa ke Malaka. Arena curiga, residen menahan mereka dan ini disetujui dengan belsit pemerintah tanggal 18 Februari 1818 No. 5.