Keputusan pemerintah yang telah disebut tentu saja memperbolehkannya dan residen diberitahu pula bahwa komandan militer Afdeeling 2 (di Semarang) telah dikuasakan untuk “memberikan bantuan yang telah diminta oleh residen”; tapi dikatakan bahwa pemerintah percaya, bantuan itu tidak akan diminta, “kecuali keadaan sudah sangat mendesak”.
Dalam suratnya tangal 4 Desember 1816 No. 35, Residen Cirebon mengatakan bahwa laporan Asisten Residen Indramayu tentang keadaan di Kandanghaur tidak begitu mencemaskan karena dalang kerusuhan yaitu Jabin bersama 20 anak buahnya telah pindah dari Laummalang ke desa Legun di sekitar Cirebon. Residen mengusulkan untuk mengamankan Jabin karena perpindahannya tersebut mencurigakan. Pemerintah menanggapi usulan tersebut dengan surat pada tanggal 8 Desember 1816 No. 41, residen diperintahkan agar jangan melakukan penahanan “jika tidak terpaksa”, namun segala sesuatu diserahkan pada kewaspadaan. Jabin harus diikuti secara seksama, diperiksa semua alasan dan sebabnya ia pindah tempat dan diusahakan agar ia kembali ketempat semula.
Pada tanggal 6 Desember, residen melaporkan bahwa kerusuhan semakin meningkat sehingga perlu dibuat pengaturan-pengaturan militer yang lebih keras dan ini menyebabkan pers Inggris (The Times) membuat ejekan-ejekan kepada kita (Belanda). Nahkoda Brantlight yang menyaksikan kejadian-kejadian itu telah membantah semua tuduhan dalam Amsterdamshe Courant, pada tanggal 8 Januari 1818.
Baca Juga:Aliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur Ingatkan Heru Rusyamsi Kembalikan 2 Kitab, Sketsa Pintu Utama Goa Sunyaragi dan Denah Masjid Agung Sang Cipta RasaAliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur: Heru Rusyamsi Tidak Berhak Menyandang Gelar Sultan
Tanggal 19 Juni 1817, Inggris meninggalkan pulau Jawa. Pemerintah kita (Belanda) memperkeras peraturan bagi tuan-tuan partikelir untuk mencegah kesewenang-wenangan; menghadapi landrete di Cirebon.
Di seluruh Hindia yang sudah kembali ke tangan kita tampak adanya ketentraman, termasuk daerah Maluku yang sudah ditakhlukkan kembali. Demikianlah nada laporan-laporan rahasia dari Indie tertanggal 8 Februari 1817 dan kemudian 23 Desember yang mengandung pendangan-pandangan baik tentang keadaan poitik pada umumnya. Karena itulah, pada tanggal 17 Januari 1818, Jendral de Kock berangkat ke Ambon dengan kapal perang Tromp-Kapten J. Nooy-dengan maksud mengambil alih pemerintahan dari perwira laut (schout bij nacht) Buyskes dan juga panglima tentara Anhing diijinkan cuti karena sakit, berangkat bersama dengan istrinya dengan kapal yang sama menuju Jepara.
Hanya beberapa hari sesudah itu, timbullah kerusuhan besar-besaran di distrik Blandong, Cirebon. Residen menganggap bahwa biang keladi kerusuhan itu adalah Jabin yang namanya diperhalus menjadi Bagus Jabin. Pada pertengahan tahun 1819, ketika gubernur jendral mengadakan perjalanan keliling Jawa dan singgah di Cirebon, telah membuat keputusan pada tanggal 23 Juli 1819 No. 12 yang isinya: “Agar residen tidak membiarkan berlalu sesuatu kesempatan untuk mengadakan pengusutan tentang sebab-sebab kerusuhan yang sudah lampau dan setelah itu membuat laporan selengkapnya”.