Tapi sekalipun mereka telah diturunkan secara politis, namun pengaruh kebesaran mereka tak hilang dan tetap ada pada rakyat, sehingga dengan atau tanpa pengetahuan mereka, rasa tak puas menjalar terus dan secara diam-diam atau terang-terangan mengambil bentuk berupa tuntutan, agar dipulihkan kembali kedudukan mereka dan inilah yang dipakai sebagai alasan untuk mengatur timbulnya suatu pemberontakan.
Tidak lama sesudah masa pemulihan (kekuasaan oleh Inggris kepada Belanda) pada akhir November dan awal Desember 1816, keadaan pun sudah mulai bergolak. Sebab-sebab pemberontakan Cirebon antara lain:
- Adanya hasutan dari pihak Inggris.
- Adanya kesewenangan pemilik tanah partikelir.
- Berlakunya Landrete secara sembrono.
Keadaan seperti itu diakui oleh residen pertama sesudah pemulihan, yaitu W. N. Servatius dan pembesar ini bukanlah terbaik dalam segala-galanya, tapi seperti ditulis oleh Willem Van Hongedorp kepada ayahnya tanggal 30 Juni 1826. Isinya: “Ia adalah seorang yang mempunyai pertimbangan sehat dan belum ada terdengar orang memburuk-burukkan namanya sekalipun berada di tengah-tengah pergaulan yang saling mengiri”.
Baca Juga:Aliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur Ingatkan Heru Rusyamsi Kembalikan 2 Kitab, Sketsa Pintu Utama Goa Sunyaragi dan Denah Masjid Agung Sang Cipta RasaAliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur: Heru Rusyamsi Tidak Berhak Menyandang Gelar Sultan
Tahun 1816 markas kaum perusuh memang berada di Krawang dan waktu itu membatasi gerakannya disekitar itu saja, namun dipercayai bahwa perlawanan yang sebenarnya berasal dari Cirebon dan orang Krawang yang tak berpikir panjang itu digunakan sebagai pelopornya. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi terdapat pada data (laporan) seperti dibawah ini:
Laporan dari kepala pemerintahan Priangan, bertanggal Karansambung 30 November No. 9 dan Bandung tanggaal 4 Desember No. 12, isinya: “Semuanya dalam hubungan dengan kemungkinan adanya pemberontakan di Indramayu, terutama daerah Kandanghaur, perampok atau perusuh telah membakar pondok-pondok penggaraman setelah membakar lebih dahulu garam yang terkumpul di tempat itu, pasanggrahan Losari musnah dimakan api, penduduk Tugu dan Sumber telah mempersenjatai diri, siap untuk bergabung dengan perusuh segera setelah mereka mendapat panggilan dari Kuwu mereka”.
Residen mengambil langkah-langkah untuk mencegah kaum perampok menyeberangi Cimanuk dan memerintahkan kepala-kepala distrik dipingir sungai itu agar secara keras menjaga keamanan dan keselamatan di bagian keresidenannya itu. Ia meminta wewenang pemerintah untuk “mengambil tindakan luar biasa yang diperlukan menurut keadaan demi terjaminnya ketentraman”.