HINGGA saat ini, film Inggris tentang putri Nabi Muhammad , Fatimah Az-Zahra, yang berjudul ” The Lady of Heaven ” telah memicu kemarahan muslim di berbagai negara.
Namun, faktanya penulis film itu justru ulama Muslim Syiah, Sheikh Yasser al-Habib.
Ulama itu sudah lama dilucuti kewarganegaraan Kuwait-nya karena dianggap memiliki ide-ide ekstremis.
Baca Juga:Bawa Perubahan di Old Trafford, Erik ten Hag Minta Juru Masak Manchester United DigantiPelatih Senegal Desak Sadio Mane Segera Tinggalkan Liverpool
Sudah ada lima negara yang melarang pemutaran film “The Lady of Heaven”, yakni Maroko, Mesir, Pakistan, Iran dan Irak.
Majelis Ulama Tertinggi Maroko mengatakan; “Film itu adalah pemalsuan terang-terangan dari fakta-fakta yang sudah mapan dari Islam.”
Para pembuat film mencari ketenaran dan sensasionalisme dan menyakiti perasaan umat Islam serta membangkitkan sensitivitas agama,” lanjut pernyataan majelis tersebut.
Jaringan bioskop Inggris, Cineworld, telah membatalkan pemutaran film tersebut setelah muncul protes atas penggambaran putri Nabi Muhammad SAW, Fatimah Az-zahra.
Sosok Penulis Film
Penulis film “The Lady of Heaven” adalah Sheikh Yasser al-Habib. Dia dikenal sebagai Ulama Dua Belas Syiah Kuwait dan kepala Organisasi Khoddam Al-Mahdi yang berbasis di London, serta pemimpin masjid Al-Muhassin di Fulmer, Buckinghamshire.
Karya Al-Habib diklaim berfokus pada sejarah Islam, mengacu pada sumber-sumber Syiah dan Sunni.
Al-Habib memulai aktivitas keagamaannya di Kuwait, dimulai sebagai anggota Partai Dakwah, kemudian mendirikan organisasi keagamaan nirlaba bernama Organisasi Khoddam Al-Mahdi.
Baca Juga:Pilih Manchester City, Haaland: Ini Adalah Hari Membanggakan Bagi Saya dan KeluargaAudy Item Ikut Saksikan Diduga Penganiayaan Iko Uwais terhadap Pria Berinisial RR
Selama tinggal di Kuwait, dia mengungkapkan pandangan keagamaannya tentang dua sahabat Nabi Muhammad; Abu Bakar dan Umar, dan mengkritik mereka dengan tajam.
Pandangannya itu menyebabkan kemarahan kubu arus utama Muslim Sunni di Kuwait dan komunitas Muslim Sunni berbahasa Arab lainnya. Itu pula yang menyebabkannya ditangkap.
Kemudian, pada Februari 2004 dia dibebaskan berdasarkan pengampunan tahunan yang diumumkan oleh Emir Kuwait pada kesempatan Hari Nasional negara itu, tetapi penahanannya kembali diperintahkan beberapa hari kemudian.
Al-Habib melarikan diri dari Kuwait sebelum dia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara secara in absentia, dan menghabiskan berbulan-bulan di Irak dan Iran sebelum mendapatkan suaka di Inggris yang merupakan tempat tinggalnya saat ini.
Pandangan kontroversialnya ditolak oleh hampir semua Muslim Syiah dan semua Muslim Sunni.