Islam di KalimantanDi Kalimantan, Pires melaporkan bahwa Brunei mempunyai seorang raja yang baru saja masuk Islam.
Bagian-bagian Kalimantan lainnya adalah non-muslim, seperti pulau-pulau Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Solor dan Timor di sebelah timur Pulau Jawa.
Akan tetap Islam berkembang di kepulauan rempah-rempah Maluku di Indonesia Timur.
Baca Juga:Ribuan Virus Tak Dikenal Ini Diidentifikasi Menguasai Lautan DuniaSindir Anies Baswedan: Maaf Formula E Mengecewakan Bagi yang Pesimis
Para pedagang muslim dari Jawa dan Melayu menetap di pesisir Banda. Ternate, Tidore dan Bacan memunyai raja-raja muslim.
Penguasa Tidore dan Bacan memakai gelar India raja. Sedangkan penguasa Ternate menggunakan gelar sultan.
Tome Pires dan Cirebon
Tome Pires dianggap menjadi saksi yang mencatat tentang sejarah Cirebon saat perkelanaannya ke Asia dicatat dalam Suma Oriental pada tahun 1513-1515.
Pires membedakan antara negeri Jawa dengan negeri Sunda. Negeri Jawa dituliskan sebagai sebuah negeri yang membentang dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum). Luasnya mencapai 400 league dimulai dari Cimanuk, membentang hingga Blambangan kemudian memutar dari satu sisi ke sisi lain. Negeri ini sangat teduh, tidak berawa, melainkan bertipe sama dengan Portugal dan kondisinya sangat sehat.
Ia berlabuh di Pulau Jawa setelah selesai mengunjungi pelabuhan ramai di Malaka. Perjalanannya juga tidak luput dalam misi pencarian dan pembelian rempah-rempah.
Ia tiba di kawasan yang kemudian ia tuliskan dalam catatan perjalanannya sebagai Chorobon, yang merujuk pada suatu tempat di Jawa.
“Selama berkali-kali Tome Pires menunjuk sebuah tempat yang ia sebut Chorobon yang ia maksud sebagai kota di Jawa, sekaranng dikenal Cirebon,” tulis Sobana Hardjasaputra.
Baca Juga:Mantan CEO Amazon Meksiko Diduga Sewa 2 Pembunuh Bayaran untuk Tembak IstrinyaPolisi Beberkan Kronologi Kasus Dugaan Penganiayaan oleh Iko Uwais
Sobana yang tergabung dalam tim penulis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, meluncurkan buku yang berjudul Cirebon dalam Lima Zaman (Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-20), terbit pada 2011.
Memasuki abad ke-17, masuknya pengaruh kolonial Belanda, mulai bermunculan para peneliti dan penulis berkebangsaan Belanda di Cirebon.
“Banyak sumber Belanda, Cirebon ditulis Charabaon, kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Tjerbon atau Cheribon,” imbuhnya.
Lantas, bagaimana penduduk lokal yang menghuni wilayah terebut dalam menyebut kotanya?
“Dulu, Cirebon oleh penduduk setempat biasa disebut Nagari Gede,” jelas Sobana dan timnya. Sebutan itu kemudian berkembang, berubah lagi menjadi Garége. “Katanya, Garége berasal dari (kata) glagi yang berarti udang kecil yang telah kering,” lanjutnya.