PANGERAN Kuda Putih, yang memiliki nama lengkap Pangeran Heru Rusyamsi Arianatereja, resmi dikukuhkan sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon. Dalam pengukuhan itu, Pangeran Kuda Putih juga menerima gelar Sultan Sepuh Jaenudin II Aria Natareja.
Pengukuhan Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon ini dilakukan, setelah Santana Kesultanan Cirebon, menolak adanya tiga orang yang telah dinobatkan menjadi Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon, dengan berbagai gelar yang diemban.
Proses pengukuhan Pangeran Kuda Putih sebagai Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon, dilaksanakan di Kamukten Pangeran Arya Kamuning, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pada Minggu (6/2/2022).
Baca Juga:Konjen RI di Jeddah Ingatkan Jamaah Tidak Berfoto Bersama dengan Spanduk Penanda Identitas di Depan KakbahKonvoi Kebangkitan Khilafah, Ini Profil Khilafahtul Muslimin
Namun, peristiwa penobatan tersebut tidak sah. Pasalnya, bukan dilakukan dewan adat. Demikian pernyataan Juru Bicara Aliansi Masyarakat Cirebon Peduli Sejarah dan Marwah Leluhur, Dido Gomez, Senin (13/6).
“Penobatan Pangeran Kuda Putih sejak awal tidak sah. Heru Rusyamsi tidak berhak menyandang gelar sultan,” tegas Dido.
Menurutnya, banyak persyaratan yang tidak dipenuhi oleh Heru Rusyamsi. Termasuk jumenengan yang tidak berdasar pepakem.
“Seseorang menjadi sultan harus mempunyai nasab yang tegak lurus ke Sinuhun Kanjeng Gusti Sunan Gunung Jati,” kata Dido, kepada radarcirebon.com, Senin, 13, Juni 2022.
Menurut dia, tanpa nasab atau pancer kepada Kanjeng Sinuhun, tentu saja tidak bisa melaksanakan prosesi jumenengan.
Bukan hanya itu, pengangkatan seorang sultan juga harus lewat dewan adat. Bukan oleh yayasan, ormas atau LSM. Sebab, tidak punya legalitas untuk melakukan penobatan.
“Penobatan Heru Rusyamsi tidak sah. Dia bukan sultan di Keraton Kasepuhan dan tidak berhak menggunakan nama Keraton Kasepuhan,” tandasnya.
Baca Juga:KIB Paling Moncer Koalisi Partai Lainnya AmbyarPetualangan Snouck Hurgronje Sebagai Mata-mata Menurut Philip Droge
Adapun prosesi adat jumenengan adalah sebuah acara yang seharusnya dilaksanakan di tempat khusus, sesuai ketentuan pepakem kesultanan.
Upacara Jumenengan harus dilakukan di Bangsal Kesultanan oleh dewan adat atau pini sepuh keluarga kesultanan. Bukan oleh formatur sebuah yayasan, ormas atau LSM.
Terkait dengan polemik antara Hamzaiyah, Tim Formatur Santana Kesultanan Cirebon dengan Heru Rusyamsi, tidak berkaitan dengan Keraton Kasepuhan.
“Itu polemik tidak ada kaitannya dengan Keraton Kasepuhan. Itu polemik internal daripada Santana Kesultanan Cirebon,” tandas Dodi, di Alun-alun Sangkala Buana.