Hari ini juga China penetrasi ke Asia Tenggara, Singapura telah jatuh, kawasan Pasifik mulai diintai, kawasan Afrika, Sri Langka dan Maladewa nyaris jatuh di tangan China. Artinya Samudera India di ufuk barat Indonesia akan dikendalikan di tangan bangsa China musuh bebuyutan India.
Bukan mustahil konflik dimasa depan adalah Lautan Andaman dan Teluk Benggali. Apalagj nilai histori bahwa bangsa Sino Tibetian dan Austro Asiatik di Thailand dan Myanmar memiliki sejarah yang panjang dengan bangsa mongol di China.
Sebagai negara yang memiliki labilitas integrasi nasional, dibutuhkan Kekuatan pertahanan yang tangguh. Kekuatan pertahanan tidak hanya terdapat pada: 1) Jumlah dan Profesionalisme Militer. 2). Alat Utama Sistem Persenjataann (Alutsista) militer yang memenuhi atau melampui kekuatan minimum (minimum esensial Force). 3). Kekuatan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya yang tangguh. 4. Kekuatan rakyat Indonesia.
Baca Juga:Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, Berikut Sebaran 574 Kasus Baru di IndonesiaAAJI Catat Klaim Asuransi untuk Kasus Covid-19 Tembus Rp9 Triliun
Kenyataan menunjukkan bahwa militer hanya menjadi garda depan integrasi teritorial dengan mengedepankan pertahanan doktrin unitarian NKRI.
Militer tidak pernah mempu bersuara atau berbicara menekan pemerintah tentang pentingnya keadilan sosial. Tidak mungkin Negara Kasatuan akan utuh tanpa keadilan sosial. Sebaliknya keadilan sosial merekatkan jiwa nasionalisme dan integritas sosial.
73 tahun kita tersandera dan berbicara terus-menerus tanpa henti tentang NKRI harga mati, spanduk di depan kantor kantor militer, atau reklame, baliho militer terpampang di sudut-sudut jalan NKRI Harga Mati, tetapi mana tulisan keadialn, kesehatan, pendidikan dan sandang, pangan dan papan sebagai keadilan sosial harga mati?
Kita tidak ingin militer menjadi panglima dalam perang juga panglima dalam pembangunan seperti sistem binomial pada masa orde baru, tetapi sejatinya mereka menekan pemerintah akan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita mesti bertanya kepada pemimpin negeri ini. Mengapa Indonesia sampai pada umur 73 tahun masih berdiskursus tentang pentingnya pembangunan karakter kebangsaan (nation and character building).
Masih berbicara tentang jati diri bangsa, masih berbicara tentang pemilik negeri dan bukan pemilik negeri, masih berbicara tentang nilai-nilai fundamental. Kita masih berbicara tentang adanya labilitas integrasi nasional dan integrasi sosial.