HARI ini, isu situasi politik Kasultanan Cirebon tampaknya masih hangat dibicarakan masyarakat. Polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan menjadikan masyarakat berani membicarakan sejarah peteng dan sejarah yang belum terungkap.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran, Prof.Dr. Nina Herlina Lubis, M.S dalam pemaparannya yang bertajuk ‘Situasi Politik Kesultanan Cirebon Abad ke-17-18’ disebutkan surat perjanjian tanggal 7 Januari 1681, Cirebon resmi menjadi vassal VOC. Jadilah, urusan perdagangan diserahkan kepada VOC, berbagai keputusan terkait Cirebon (termasuk pergantian sultan, penentuan jumlah prajurit) harus sepersetujuan VOC di Batavia, ketika para Sultan akan bepergian harus atas ijin VOC dan naik kapal mereka, dalam berbagai yupacara, pejabat VOC harus duduk sejajar dengan para Sultan.
Pada tahun 1696, Sultan Anom I wafat dan meninggalkan 2 anak kakak beradik yaitu Pangeran Raja Adipati Kaprabon, dan Pangeran Raja Mandurareja Qodirudin. Atas kehendak VOC, yang menjadi Sultan Anom II adalah adiknya sehingga anak pertama ke luar dari keraton dan mendirikan Keraton Kaprabonan di daerah Lemah Wungkuk sekarang. Ia bergelar Sultan Pandita Agama Islam Tareqat dan bertekad melaksanakan amanat Sunan Gunung Jati “Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin”.
Baca Juga:Raden Achmad Opan Safari Hasyim: Saya Diundang ke Israel, Telusuri Nama Sunan Gunung Jati dengan nama Syaikh Israel Ibnu MaulanaMUI: Jenazah Eril Tetap Dimandikan dan Disholatkan Jika Kondisinya Baik
Ketika tahun 1699, Sultan Sepuh I wafat, ia meninggalkan dua putera yaitu Pangeran Dipati Anom dan Pangeran Aria Cirebon. Anak tertua menjadi Sultan Sepuh II, sedangkan Pangeran Aria Cerbon, mendirikan Keraton Kacirebonan sehingga sekitar tahun 1700 di Cirebon ada 4 pusat kekuasaan, yaitu Keraton Kasepuhan di bawah Sultan Sepuh II, Keraton Kanoman di bawah Sultan Anom II, Keraton Kacirebonan di bawah Pangeran Aria Cerbon, dan Panembahan di bawah Pangeran Wangsakerta.
Pada tahun 1768, Sultan Kacirebonan dibuang ke Maluku karena dianggap terlibat dalam gerakan social melawan VOC dan kesultanan dihapuskan, tanah dan kraton miliknya dikembalikan ke Kesultanan Kasepuhan. Kemudian pada tahun 1773, Panembahan Cirebon meninggal dunia tanpa meninggalkan anak, maka tanah dan keraton miliknya dibagi antara Kasepuhan dan Kanoman. Jadi, setelah tahun 1773, di Cirebon hanya ada dua keraton, yaitu Kasepuhan dan Kanoman.