Selama dua tahun Snouck berada di Jawa Barat untuk membantu memadamkan pemberontakan di Banten, setelah itu baru kemudian ia menginjakkan kakinya di Aceh.
Sejak 1873 Belanda mencoba menguasai Aceh tapi gagal. Ekonomi pemerintah kolonial porak-poranda akibat lada dari Aceh berkurang akibat perang. Kekuasaan Belanda di Aceh hanya sebatas Kota Radja. Perlawanan rakyat tidak kunjung bisa dipadamkan. Dua tokoh perlawanan yang tersohor adalah Tgk. Chik di Tiro dan Teuku Umar.
Setelah mempelajari situasi dengan cermat, dan bersama sumber-sumber lokal Snouck memetakan kawasan ini, kemudian mengusulkan agar Menteri Koloni Levinus Keuchenius dan pasukannya menjauhi Kota Radja dan masuk ke pedalaman dari arah Timur.
Baca Juga:Lembaga Anti Rasuah Tidak Akan Pernah Bubar, Firli Bahuri Paparkan Kinerja 2021-2022Inovasi Biologi BIOS 44 di Waduk Darma, Pangdam Siliwangi: Danau Kekuatan Potensial Pertahanan
Selama di Aceh, Snouck menjadi penasihat perang, ikut operasi selama tiga bulan bersama van Heutsz, masuk hutan dari Sigli memburu Teuku Umar hingga Meulaboh.
Setelah berhasil memadamkan perlawanan rakyat Aceh, van Heutsz diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Batavia, dan Den Haag menawarkan posisi Gubernur Aceh kepada Snouck. Berbagai intrik yang terjadi di kalangan elite pemerintahan kolonial membuat Snouck merasa letih. Ia memilih pulang ke Leiden pada 1906. Kembali menekuni dunia akademik hingga terpilih menjadi rektor sampai akhir hayatnya 1936.
Meskipun Philip Droge berhasil menyingkap banyak hal yang sebelumnya tersembunyi tentang Snouck Hurgronje, akan tetapi penelitiannya yang dilakukannya secara serius dan mendalam berdasarkan dokumen-dokumen yang banyak dan otentik, baik yang disimpan di Belanda maupun Indonesia, ternyata menyisakan masih banyak pertanyaan terkait sosok misterius ini, yang menurutnya hanya Snouck sendiri yang tahu jawabannya.
Hal ini menunjukkan bahwa Snouck Hourgronje adalah seorang mata-mata sejati, yang seluruh jiwa dan raganya total didedikasikan untuk negerinya. Wallahua’lam.
Dr. Muhammad Najib, penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi