Timbul kecurigaan penguasa Turki Usmani terhadap orang-orang Eropa di wilayahnya. Snouck yang tengah giat menemui para ulama di Makkah, serta informan-informan Aceh dan Jawa, tertangkap radar Turki Usmani. Snouck kemudian diusir pada 1887, dan dilarang kembali ke Mekkah.
Sejak Konferensi Orientalis di Wina, nama Snouck mencuat. Harian Inggris Pall Mall Gazette menjulikinya “a doughty Dutchman” yang artinya orang Belanda bernyali. Snouck kemudian mendapat tawaran menjadi gurubesar di Universitas Cambridge yang sangat bergengsi. Akan tetapi Snouck tidak tertarik, ia lebih memilih kembali ke kampusnya di Leiden.
Pada saat yang sama, Pemerintah Kolonial Belanda sangat risau dengan perlawanan yang keras di Aceh. Sementara bagi Snouck, Aceh amatlah menarik, karena rakyatnya dinilainya fanatik, sangat percaya Islam dan hampir tak dikenal dunia.
Baca Juga:Lembaga Anti Rasuah Tidak Akan Pernah Bubar, Firli Bahuri Paparkan Kinerja 2021-2022Inovasi Biologi BIOS 44 di Waduk Darma, Pangdam Siliwangi: Danau Kekuatan Potensial Pertahanan
Ibarat pucuk dicinta ulam tiba. Snouck memanfaatkan peluang ketika Den Haag memutuskan bahwa Aceh harus ditaklukkan. Dia siap membantu, akan tetapi dengan syarat: dalam menjalankan tugasnya identitas dirinya harus dirahasiakan. Den Haag setuju, karena itu hanya menteri koloni dan gubernur jenderal Hindia-Belanda saja yang tahu misi Snouck.
Pada 27 Maret 1889, Snouck bertolak dari stasiun kereta-api Leiden. Dia kemudian menumpang kapal-uap SS Peshawur dengan rute Penang, sebelum menyeberang ke pantai timur Sumatra. Rencana Snouck, dari Penang lalu menyebrang menuju Sigli, Aceh.
Snouck berusaha menghindari para pejabat maupun komunitas Belanda. Karena itu, dirinya mengontak komunitas ulama setempat. Dia bermaksud mendekati kelompok pemberontak Tgk. Chik di Tiro. Tapi secara mendadak sebuah telegram dari Gubernur Jenderal memerintahkannya agar berbelok ke Banten. Karena umat Islam di sana bergolak.
Pergolakan di Banten dipicu oleh keluhan seorang istri pejabat Belanda, saat mendengar suara azan dikumandangkan. Akibatnya, puluhan pejabat kolonial dan pribumi antek Belanda di Cilegon dibantai oleh pengikut tarekat Naksabandiyah yang dipimpin oleh Haji Wasid. Menurut Haji Wasid, sikap istri pejabat tersebut menunjukkan bahwa Belanda anti-Islam, dan letusan Krakatau adalah pertanda bahwa Belanda membawa malapetaka bagi kaum muslim Banten.
Saat tiba di Menes, Snouck dijamu oleh Bupati, yang menjadi teman lamanya selama di Makkah. Dirinya kemudian diusulkan untuk menikahi salah satu kerabat Bupati. Snouck kemudian memilih Sangkana yang merupakan putri seorang bangsawan asal Ciamis bernama Raden Haji Mohammad Ta’ib, dengan pertimbangan agar terpandang dan memiliki pengaruh di kalangan bangsawan pribumi.