Setiba di Jeddah, dia mendekati Pieter van der Chijs, pengusaha yang mengurus jamaah haji dari Asia. Dia juga menjalin persahabatan dengan Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, warga Sunda yang menetap di Makkah. Melalui komunitas Aceh di Makkah, dia mengumpulkan bahan tentang Tgk. Chik Di Tiro untuk keperluan menyusun rencana mematahkan perlawanannya.
Snouck pertama kalinya memasuki Kota Makkah, bersama rombongan Aboe Bakar Djajadiningrat. Di gerbang kota sederetan serdadu Turki Usmani menjaga batas Kota Suci, mengawasi dengan cermat satu persatu orang-orang yang memasuki Kota.
Snouck tidak bisa menyembunyikan wajah Belandanya. Para penjaga menatapnya curiga. Sebelum para penjaga bertindak, Snouck maju, kemudian mengangkat bagian depan ihram yang dikenakannya. Ia kemudian berhasil lewat dengan aman.
Baca Juga:Lembaga Anti Rasuah Tidak Akan Pernah Bubar, Firli Bahuri Paparkan Kinerja 2021-2022Inovasi Biologi BIOS 44 di Waduk Darma, Pangdam Siliwangi: Danau Kekuatan Potensial Pertahanan
Di dalam Kota, Snouck mencermati prilaku para penziarah maupun tradisi penduduk setempat. Ia kemudian meniru gaya hidup warga lokal. Ia mengganti pakiannya dengan gamis dan dilengkapi serban, memelihara janggut, berbicara dalam Bahasa Arab atau Turki, dan rajin beribadah.
Saat para jamaah meminum air zam-zam, Snouck ikut meminumnya. Ia kemudian membawa pulang sebotol, bukan untuk diminum, akan tetapi dikirim ke Leiden untuk sahabatnya, ahli kimia bernama Pieter van Romburgh untuk diselidiki. Benarkah air zam-zam itu mengandung zat yang tak dikenal? Bisakah uji kimiawi membuktikan kesucian air itu? Demikianlah isi kepala Snouck.
Di sebuah gerbang Masjidil Haram, Snouck melihat banyak orang menyalami seorang tokoh dan memciumi tangannya. Setelah mengetahui bahwa orang tersebut adalah Rektor Universitas di Makkah, bernama: Sayyid bin Ahmad Zaini Dahlan, Snouck lalu ikut menyalaminya, kemudian mencium tangan sang ulama.
Snouck menyempatkan untuk mengenalkan dirinya: “Saya Abd Gaffar yang datang dari Barat, saya sudah banyak mempelajari Islam, tapi ingin memperluas pengetahuan dengan belajar dari guru-guru di kawasan Haram ini,” ujarnya.
Di kemudian hari sang Sayyid mengundang Snouck dan menjamu makan di rumahnya.
Snouck menghadapi masalah saat Charles Huber, seorang ilmuwan Prancis yang menemukan artefak arkeologi pra-Islam, tewas. Temuannya menjadi rebutan dunia akademis dan museum di Eropa. Seorang calo asal Aljazair yang bekerja untuk Prancis memperolehnya, berkat uang pinjaman dari Snouck.