WAKIL Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) 2001-2010 As’ad Said Ali mengisahkan tentang burung hudhud yang merupakan intelijen Nabi Sulaiman. Alumnus pesantren Krapyak Yogyakarta ini juga menegaskan bahwa basis intelijen sudah dimulai sejak zaman Nabi Sulaiman, yakni saat akan menaklukan negeri Saba.
Hal itu diungkapkan As’ad saat menjadi pembicara dalam bedah buku berjudul ‘Perjalanan Intelejen Santri’ di Auditorium Unipdu (Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum) Jombang Jawa Timur, Kamis (9/6/2022). Buku karya KH As’ad Said Ali itu menceritakan kisah dirinya saat menjadi intelijen.
“Jadi basis intelijen sudah dimulai sejak zaman Nabi Sulaiman. Saat itu yang diperintahkan adalah burung Hud-hud. Yakni diperintahkan untuk melihat reaksi dari Ratu Saba usai menerima surat dari Nabi Sulaiman,” ujar Kiai As’ad Ali.
Baca Juga:Pengakuan Mengejutkan, Dubes Rusia untuk AS Anatoly Antonov Diminta Washington untuk MembelotUngkap Penjelasan Ilmiah, Ini Catatan Lengkap yang Ditulis Ridwan Kamil
Saat kembali dari Negeri Saba, burung Hudhud memberikan informasi penting kepada Nabi Sulaiman. Semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan, dilaporkan kepada nabi. “Jadi informasi A1 atau valid itu dilihat, didengar dan dilihat sendiri. Seperti yang dilaporkan burung Hudhud kepada Nabi Sulaiman,” kata pria kelahiran Kudus Jawa Tengah ini.
As’ad Ali kemudian menyentil era media sosial saat ini. Menurutnya, informasi yang berasal dari media sosial masih perlu dikroscek ulang. Karena informasi tersebut tidak dilihat, didengar dan dirasakan sendiri. “Informasi di media sosial harus dikroscek tiga kali. Harus di-tabayunkan,” ujarnya.
As’ad Said Ali mengungkapkan bahwa dalam buku karyanya itu, perjalanan dirinya menjadi intelijen dikisahkan secara detail. Dia berharap hal itu bisa menjadi inspirasi bagi santri. “Seorang santri pun bisa menjadi intelijen,” ungkapnya.
Bedah buku yang dihadiri sekitar 100 orang ini digelar oleh Inisiatif Moderasi Indonesia (Inmind). Selain KH As’ad Said Ali, juga dihadirkan tiga pembanding. Masing-masing Ketua Program Studi Kajian Wilayah Timur Tengah Yon macmudi, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlanngga Prof Kacung Marijan, serta Dosen Fakultas Ushuludin UIN Sunan Ampel Dr Muh Aimur Rofiq. Sedangkan pesertanya dari berbagai kalangan. Mulai akademisi, mahasiswa, pelajar hingga ormas. (*)