JURU bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Zhao Lijian mengatakan, bertahannya konflik Israel-Palestina disebabkan ketidakadilan historis yang dilakukan terhadap rakyat Palestina dibiarkan terlalu lama. Komentarnya merespons peluncuran laporan sebuah komisi dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang menyebut Israel tak berniat mengakhiri pendudukan terhadap Palestina.
“Alasan yang mendasari konflik berulang antara Israel dan Palestina serta ketegangan yang sedang berlangsung atas wilayah Palestina yang diduduki adalah ketidakadilan historis yang dilakukan terhadap rakyat Palestina telah dibiarkan terlalu lama dan aspirasi sah rakyat Palestina untuk mendirikan sebuah negara merdeka telah lama ditolak,” kata Zhao dalam pengarahan pers, Rabu (8/6/2022), dikutip laman resmi Kemenlu China.
Menurutnya, komunitas internasional perlu lebih aktif dalam merespons konflik Israel-Palestina. “Komunitas internasional perlu bekerja lebih aktif dengan rasa urgensi lebih besar untuk dimulainya kembali pembicaraan damai antara Palestina dan Israel atas dasar solusi dua negara, guna mencapai solusi yang komprehensif, adil, dan permanen untuk persoalan tentang Palestina sejak dini,” ucap Zhao.
Baca Juga:Serang Anak-anak, 700 Kasus Hepatitis Misterius dari 34 NegaraMahasiswi Asal Cirebon Ditemukan Tewas di Apartemen Kebayoran Lama, Kondisi Setengah Telanjang
The Commission of Inquiry (COI), yang dibentuk Dewan HAM PBB tahun lalu untuk menyelidiki penyebab siklus kekerasan di wilayah Israel-Palestina telah merilis penemuannya pada Selasa (7/6/2022).
Dalam laporannya, mereka mengungkapkan, pendudukan Israel dan diskriminasi terhadap warga Palestina menjadi pemicu utama kekerasan tak berkesudahan di wilayah tersebut. Israel pun disebut tak memiliki niat mengakhiri pendudukan. “Mengakhiri pendudukan tanah oleh Israel tetap penting dalam mengakhiri siklus kekerasan yang terus menerus,” kata tim penyelidik tersebut dalam laporannya.
Laporan setebal 18 halaman itu terutama berfokus pada evaluasi panjang investigasi, laporan, dan keputusan PBB di masa lalu tentang situasi tersebut serta bagaimana dan jika temuan itu diimplementasikan.
Navi Pillay, mantan kepala hak asasi PBB asal Afrika Selatan yang menjadi ketua tim penyelidik mengungkapkan, rekomendasi-rekomendasi dalam laporan-laporan sebelumnya “sangat diarahkan ke Israel”. “Ini indikator sifat konflik yang asimetris dan realitas satu negara menduduki negara lain,” ucap Pillay.
Menurut Pillay, para penyelidik menyatakan, rekomendasi-rekomendasi yang telah dirilis sebelumnya diabaikan atau sangat tidak dilaksanakan. Hal itu merujuk pada seruan untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran Israel terhadap hukum internasional, termasuk penembakan roket oleh kelompok bersenjata Palestina.