KAWASAN Monas dulunya hanyalah padang rumput luas. Lukisan karya E. Hardouin, pelukis Prancis (hidup pada 1820–1854), menunjukkan beberapa hewan ternak memakan rumput sehingga kawasan ini sempat bernama Buffelsveld (lapangan kerbau).
Pepohonan rimbun mengelilingi sisi terluar padang rumput. Tampak pula Gunung Salak, Buitenzorg (sekarang Bogor), Gunung Gede, dan Gunung Pangrango di arah selatan. Hanya terlihat dua bangunan di sisi luar Buffelsveld: sebuah rumah dan satu gereja.
Kawasan Monas kali pertama berkembang seiring perluasan kota Batavia ke selatan yang sejuk (Weltevreden) pada masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808–1811), seorang pendukung Napoleon Bonaparte dan Revolusi Prancis.
Baca Juga:BNPT Minta Maaf Salah Sebut Abdul Qadir Hasan Baraja Pendiri Ponpes Islam Al-Mukmin NgrukiRatusan WNA Asal China Tiba di Bandara Soekarno Hatta, Begini Penjelasan Imigrasi
Di Weltevreden inilah banyak bangunan milik pemerintah berdiri. Tadinya pusat pemerintahan terletak di utara, dekat laut. Tersebab degradasi lingkungan dan kesehatan di utara, pusat pemerintahan bergeser ke selatan.
Daendels membeli tanah luas tak jauh dari Pavilljoensveld (sekarang Lapangan Banteng). Dia lalu meratakan tanahnya, memberikan jalan di setiap sisi luarnya, membentuknya menyerupai persegi, dan mengubahsuaikan namanya.
“Daendels memberi nama Champ de Mars pada lapangan luas ini,” catat Adolf Heuken dalam Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Champ de Mars berfungsi sebagai tempat latihan militer. Tujuannya menyiapkan militer untuk menghadapi serangan Inggris. Kerbau dan penggembalanya tak boleh masuk untuk sementara.
Daendels beroleh panggilan pulang ke Prancis dari atasannya pada 1811. Jan Willem Janssens, pengganti Daendels, tak bisa mempertahankan Batavia dari serangan Inggris. Kawasan ini jatuh ke Thomas Stamford Raffles, seorang Letnan-Gubernur atau pemimpin tertinggi di Hindia Timur (1811–1816).
Raffles membeli rumah di Rijskwijk (sekarang Jalan Veteran), 300 meter dari Champ de Mars. Kebunnya luas membentang hingga Champ de Mars. Sejak Raffles membeli rumah di sana, persil-persil di sekitar Champ de Mars mulai terisi oleh rumah milik pejabat. Setelah masa Raffles, lapangan ini berganti nama menjadi Koningsplein atau Lapangan Raja.
Para pejabat membangun rumah di sisi luar Koningsplein dengan gaya Indische Woonhuis. Konsepnya berasal dari adaptasi arsitektur klasisisme dengan tuntutan iklim tropis. Maka ciri-ciri utamanya terlihat pada serambi luas; langit-langit, pintu, dan jendela yang tinggi; permukaan lantai agak naik; dan atap menjulang berbentuk perisai, menjorok keluar tembok.