PARLEMEN Rusia pada Selasa (24/5/2022) mengesahkan undang-undang yang memberikan wewenang kepada jaksa untuk menutup kantor media asing di negara itu. Hal tersebut bisa dilakukan jaksa, jika sebuah negara menunjukkan sikap “tidak bersahabat” dengan media Rusia.
Kemunculan UU baru itu menyusul penutupan sejumlah outlet berita Rusia di negara-negara Barat di tengah agresi militer Moskow di Ukraina.
UU tersebut juga melarang penyebaran artikel atau materi lain dari media yang telah ditutup oleh Kejaksaan Rusia. Kendati telah disahkan oleh Duma Negara (DPR Rusia), UU itu masih perlu ditinjau oleh Majelis Tinggi Parlemen Rusia dan ditandatangani oleh Presiden Vladimir Putin agar bisa diberlakukan efektif.
Baca Juga:Megawati Sempat ‘Tegur’ Ganjar Pranowo Terkait Ancaman Banjir Rob2 Jenis Pesawat Pengebom, TU-95 Rusia dan H-6 China Terbang Dekat Jepang Saat Pertemuan Aliansi Quad
Jurnalis dari organisasi media yang dianggap sebagai pelanggar undang-undang tersebut, akan dicabut akreditasinya oleh Kementerian Luar Negeri Rusia. Itu artinya mereka tidak dapat lagi bekerja di negara bekas Uni Soviet tersebut.
Pada Maret lalu, Moskow juga memberlakukan undang-undang yang dapat menghukum para wartawan dan media asing jika kedapatan menyebarkan berita palsu tentang militer Rusia.
“Dalam situasi geopolitik saat ini, media massa telah menjadi instrumen pengaruh pada keadaan informasi masyarakat,” kata para anggota Duma Negara dalam catatan penjelasan resmi mereka tentang UU tersebut, seperti dikutip Reuters.
“Sesuai dengan undang-undang tersebut, seorang jurnalis dan koresponden asing dapat kehilangan akreditasi mereka jika fakta tindakan tidak bersahabat ditetapkan melalui pengenaan pembatasan distribusi media massa Rusia yang beroperasi di suatu negara asing,” ungkap parlemen Rusia lagi.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, telah berulang kali menegur Barat karena membatasi media pro-Kremlin seperti kantor berita Sputnik dan saluran televisi RT untuk beroperasi di sana. Negara-negara Barat bahkan mencabut izin penyiaran mereka dan memberi sanksi kepada outlet-outlet berita tersebut.
Moskow pun melihat langkah-langkah semacam itu sebagai bentuk pengabaian kebebasan pers. (*)