KEDUTAAN Besar Inggris di Jakarta membuat darah rakyat Indonesia mendidih, setelah mengibarkan bendera LGBT beberapa waktu lalu. Sejumlah pihak tentu saja langsung melayangkan protes karena Kedubes Inggris dinilai tidak menghormati norma yang ada di Indonesia. Namun, bisakah Indonesia kembali dihormati seperti era Soekarno, mengingat protes kita terhadap kasus bendera LGBT di Kedubes Inggris saat ini seperti dipandang sebelah mata.
Ya, Soekarno memang dikenal sebagai orang yang memiliki hobi unik: berteriak. Walau sedang sakit sekalipun, Soekarno selalu berusaha tampil prima di depan rakyatnya. Semangatnya bergelora, pidatonya menyulut semangat massa.
Salah satu pidato yang membuat bergidik adalah tentang perlawanannya terhadap PBB, Amerika Serikat, dan Inggris. “Persetan dengan PBB! Amerika kita setrika! Inggris kita linggis!”
Baca Juga:Legislator Israel Ingatkan ‘Perang Agama’ di Al Aqsa121 Saksi 216 Alat Bukti 10 TKP, Polisi: Harus Hati-hati Terkait Pembuktian Harus Profesional
“Saudara saudara, musuh kita yang terbesar yang selalu merusakan keselamatan dan kesejahteraan Asia dan Indonesia ialah Amerika dan Inggris. Oleh karena itu, di dalam peperangan Asia Timur Raya ini, Maka segenap kita punya tenaga, punya kemauan, punya tekad harus kita tunjukan kepada hancur leburnya Amerika dan Inggris itu.”
“Selama kekuasaan dan kekuatan Amerika dan Inggris belum hancur lebur, maka Asia dan Indonesia tidak bisa selamat. Oleh karena itu, semboyan kita sekarang ini ialah hancurkan kekuasaan Amerika dan hancurkan kekuasaan Inggris. Amerika kita setrika! Inggris kita Linggis! Go to hell with your aid!”
Pada 20 Januari 1965 Bung karno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Itu karena ketidakbecusan PBB dalam menangani persoalan anggotanya termasuk konflik Indonesia-Malaysia.
“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu,” kata Sukarno saat Indonesia berkonfrontasi dengan di negara boneka bernama Malaysia.
Bagi sebagian kepala negara, langkah Bung Karno keluar dari PBB dianggap nekat. Tapi Bung Karno membuktikan jika Indonesia mampu berdikari. Bahkan, Sukarno membentuk Converensi kekuatan baru (Converence of new emerging force/Conefo).
Conefo dibentuk Sebagai alternatif persatuan bangsa bangsa selain PBB pada 1966. Langkah tegas Bung Karno langsung mendapat dukungan banyak negara khususnya Asia, Afrika, Amerika Selatan bahkan sebagian Eropa.