KASUS korupsi yang merugikan negara selama 2021 cukup tinggi. Pun dengan kerugiannya. Mirisnya, dari uang belasan triliun uang yang digarong para koruptor, hanya sebagian kecil berhasil dikembalikan ke negara.
Karenanya, Mahkamah Agung (MA) maupun DPR diminta membuat aturan perampasan aset yang bisa memaksimalkan pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi. Perampasan aset harus bisa merampas harta pelaku korupsi di luar kasus yang ditangani.
Demikian hal itu disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam konferensi pers virtual, kemarin.
Baca Juga:Novel Baswedan Paparkan 3 Hal Penting Soal Alasan Tak Bisa Tangkap Harun Masiku, Ada Dugaan Keterlibatan Petinggi Partai TertentuSelain 2 Hakim 1 PNS di PN Rangkasbitung, 1 Asisten Rumah Tangga Turut Diamankan
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat negara rugi Rp62,9 triliun akibat kasus korupsi yang terungkap sepanjang 2021. Namun, jumlah uang pengganti yang dimintakan dari para terpidana oleh majelis hakim hanya Rp1,4 triliun.
“Tentu sangat miris dan jomplang dengan kerugian keuangan negara Rp62,9 triliun,” kata Kurnia Ramadhana.
Ia mengatakan jumlah kerugian negara tersebut melampaui 2020 yang sebesar Rp56,7 triliun. Ironisnya, pelaku korupsi dituntut hukuman rendah tidak sampai 4,5 tahun penjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan.
“Dan ini belum bisa kita klaim sebagai pemulihan kerugian keuangan negara karena ada proses eksekusi oleh jaksa eksekutor yang kadang terkendala satu dua hal sehingga bisa menyebabkan turunnya uang ganti itu,” tegasnya.
Tercatat 1.078 terdakwa kasus korupsi yang divonis dengan pasal korupsi kerugian keuangan negara pada 2021. Penjatuhan hukuman uang pengganti terbesar terdapat pada perkara yang melibatkan Maria P Lumowa, pembobol kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, sebesar Rp158,5 miliar.
Kurnia menganggap tuntutan maupun vonis hukuman uang pengganti harus ditingkatkan pada masa mendatang. Sebab, hal ini berkaitan langsung dengan perekonomian negara.
“Dan juga pemulihan kerugian keuangan negara,” ungkap dia.
ICW menemukan rendahnya jumlah uang pengganti ini tidak terlepas dari pidana penjara pengganti pada 2021. Jika dirata-rata, kata dia, pidana pengganti hanya 1 tahun 2 bulan penjara.
Baca Juga:2 Hakim 1 PNS Berdinas di PN Rangkasbitung Positif Komsumsi Sabu, Mirisnya Kerap Pakai Saat PersidanganTerungkap di Medsos, Pendukung UAS Disebut Mendagri Singapura Mengancam Akan Serang Singapura
Kurnia menilai hal itu membuat para terpidana memilih menjalani pidana penjara pengganti ketimbang membayar uang yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, ratusan juta, atau miliaran rupiah.
“Kita tahu pemberian efek jera tidak cukup mengandalkan pemenjaraan tapi mesti paralel dengan pengembalian kerugian negara,” kata Kurnia.