Dari situ lantas dikaitkan dengan alibi, dikaitkan hubungannnya dengan korban, sehingga nanti bisa mengerucut kepada orang yang diduga sebagai pelakunya.
Anjas setuju dengan pernyataan Benny itu. Dengan DNA, kata Anjas memang bisa cepat diketahui dan ditentukan siapa pelakunya apapun yang dilakukan oleh seseorang. Namun masalahnya tidak semua warga negara sudah terekam data DNA-nya.
“Itu yang menjadi kendala. Dan kendala itu tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di negara maju seperti Australia pun mereka terkendala dengan hal ini. Berkaitan dengan privacy, tidak semua warga negara mau diambil darahnya atau bagian tubuhnya untuk direkam jejak DNA-nya”, pungkas Anjas. (*)