Inggris kemudian menghentikan penggunaan Empire Orwell lalu disewa perusahaan perkapalan Pan-Islamic di Karachi, Pakistan, untuk angkutan jemaah haji. Tak lama kemudian kapal tadi dibeli perusahaan kapal Inggris lain, Alfred Holt & Co di Pelabuhan Liverpool yang kemudian mengganti namanya dengan nama Gunung Djati.
Masih pada tahun yang sama, Gunung Djati ditingkatkan tonasenya menjadi 17.851 GRT oleh perusahaan Barclay Curle & Co Ltd. di Glasgow, Skotlandia. Dekorasi Kapal Gunung Djati dirombak untuk memanjakan para jamaah haji. Misalnya, di geladaknya dilengkapi menara masjid dan penunjuk arah kiblat ke Mekah. Kemampuan membawa penumpang sebanyak 2.106 orang, terdiri atas 106 penumpang kelas satu dan 2.000 jemaah haji.
Pada 7 Maret 1959, Kapal Gunung Djati berlayar ke Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta untuk mengangkut sekitar 2.000-an jemaah haji. Pengoperasian angkutan haji Kapal Gunung Djati oleh Alfred Holt & Co berakhir tahun 1962, akibat konflik antara Indonesia dengan Malaysia yang didukung Inggris.
Baca Juga:Dari India Bangun Kerajaan di Cirebon, Berikut 14 Raja Indraprashta yang Wilayahnya Meliputi Sarwadadi hingga CimandungKiai Said dan Berdirinya Pesantren Gedongan
Tahun 1962 Kapal Sunan Gunung Djati itu dibeli Indonesia untuk kepentingan angkutan jemaah haji. Dua tahun kemudian kapal itu dibeli dan dikelola oleh PT Maskapai Pelayaran Sang Saka. Hingga pada tahun 1973 perusahaan pelayaran Arafat Jakarta membeli dan mengganti mesinnya dengan diesel yang kemudian diperbaiki di Hong Kong pada 1975.
Dua tahun kemudian, pemerintah Indonesia membeli kembali Kapal Gunung Djati dan menyerahkannya kepada TNI-AL. Kapal itu pun bersalin nama menjadi KRI Tanjung Pandan bernomor lambung 971. Kapal tersebut difungsikan sebagai kapal angkut pasukan dan logistik sampai tahun 1981. Saat umur kapal itu mencapai 48 tahun pada 1984, TNI-AL mengakhiri pengoperasiannya dan menjual Kapal Gunung Djati ke Hong Kong pada 1987, hingga dibesituakan di negara itu. (*)