KETUA Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) memiliki tiga kecacatan.
Salah satunya kata dia, cacat moralitas konstitusional.
“Melihat fakta hukum yang ada bahwa proses pembentukan UU IKN yang dilakukan secara cepat (fast track), yang mana proses pembentukannya dilakukan secara tergesa-gesa
atau ugal-ugalan
telah banyak melanggar aspek prosedural (by pass law-making procedures) dan/atau dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi perwakilan dan demokrasi partisipasi,” kata Zainal Arifin Mochtar.
Hal itu disampaikan Zainal dalam keterangan ahli dalam sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana tertuang dalam paper dari kuasa hukum pemohon, Minggu (22/5/2022).
Baca Juga:Polda Metro Ungkap Pelaku Penembakan di Kompleks Polri: Anggota BrimobBMKG Ingatkan Gelombang Tinggi hingga 4 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia
Zainal Arifin Mochtar memaparkan sejumlah poin kekurangan dan cacat dalam pembentukan UU IKN itu.
“Proses legislasi seperti ini memenuhi kriteria sebagai praktik abuse of the legislation process. Dengan demikian, proses pembentukan UU IKN adalah inkonstitusional prosedural,” cetus Zainal Arifin Mochtar.
Selain itu, Zainal Arifin Mochtar menyatakan, melihat fakta hukum minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan UU IKN, sudah sebaiknya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa para pembentuk undang-undang (DPR bersama pemerintah) telah melakukan pelanggaran konstitusional.
Sebab, tidak menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk menfasilitasi dan/atau membuka ruang partisipasi publik secara luas dan secara khusus kepada masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap pemindahan Ibu Kota Negara.
“Seperti halnya kasus pemindahan Ibu Kotamadya Matatiele di Afrika Selatan,” ucap Zainal Arifin Mochtar.
Kesalahan UU IKN lainnya adalah proses pembentukan UU IKN (baik secara formal maupun material) telah melanggar prinsip nilai-nilai konstitusional dan moralitas konstitusional.
“Baik yang sudah dirumuskan dalam konstitusi maupun nilai-nilai konstitusional yang hidup (living constitution),” ujar Zainal Arifin Mochtar.
Baca Juga:Mengenang Fahmi Idris, Politikus Senior Hingga Memegang Jabatan Menteri di Era BJ Habibie dan SBYMantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris Meninggal Dunia, Fahira Idris: Mohon Dimaafkan Jika Selama Hidup Memiliki Salah
Menurut Zainal Arifin Mochtar, konstitusionalitas proses pembentukan undang-undang bukan hanya menyangkut persoalan prosedural (konstitusionalitas formil) dan substantif (konstitusional material) saja.
Tetapi konstitusionalitas pembentukan suatu undang-undang dapat dilihat lebih dari perspektif tersebut, termasuk mencakup nilai-nilai konstitusional dan moralitas konstitusional yang tersirat di dalam konstitusi (UUD 1945).