DALAM kunjungan baru-baru ini ke sebuah toko obat, Kim Jong-un, yang memakai masker ganda, menyesalkan pengiriman obat yang lambat. Secara terpisah, para pembantu pemimpin Korea Utara itu telah mengkarantina ratusan ribu pasien yang diduga terjangkit Covid-19 dan mendesak orang-orang yang bergejala ringan untuk minum teh daun willow atau honeysuckle (sejenis tanaman rambat beraroma harum).
Terlepas dari propaganda yang Korea Utara gambarkan sebagai upaya habis-habisan, ketakutan terlihat jelas di antara para warga negara tersebut, demikian informasi yang disampaikan oleh para pembelot negara tersbeut yang bermukim di Korea Selatan. Para pembelot tersebut memiliki kontak di Korea Utara.
Sementara itu, para pengamat asing khawatir wabah itu mungkin bisa menjadi jauh lebih buruk, karena sebagian besar penduduk yang miskin dan tidak divaksinasi dibiarkan tanpa perawatan rumah sakit yang memadai dan kesulitan membeli obat-obatan sederhana sekalipun.
Baca Juga:Mustafa Abdulcemil Kirimoglu: Rusia Adopsi Kebijakan Represif Era Soviet Terhadap Tatar KrimeaBupati Banjarnegara Nonaktif, Budhi Sarwono Dituntut Hukuman 12 Tahun Penjara
“Warga Korea Utara tahu begitu banyak orang di seluruh dunia telah meninggal karena COVID-19. Jadi mereka takut sebagian dari mereka juga bisa meninggal,” kata Kang Mi-jin, seorang pembelot Korea Utara, mengutip pembicaraan teleponnya dengan seorang kontak di Kota Hyesan. Dia mengatakan orang yang berkecukupan membeli obat tradisional untuk mengatasi kecemasan mereka.
Sejak mengakui apa yang disebutnya wabah Covid-19 domestik pertamanya seminggu lalu, tanggapan pandemi Korea Utara tampaknya sebagian besar berfokus pada upaya mengisolasi pasien yang dicurigai.
Para pengamat mengatakan bahwa mungkin hanya langkah seperti itu yang benar-benar dapat dilakukan oleh Korea Utara yang kekurangan vaksin, pil antivirus, unit perawatan intensif, dan aset medis lainnya di mana aset-aset tersebut telah berhasil menyelamatkan jutaan orang yang menderita Covid-19 di negara-negara lain.
Otoritas kesehatan Korea Utara mengatakan pada Kamis, 19 Mei 2022, bahwa demam yang menyebar cepat telah menewaskan 63 orang dan membuat sekitar dua juta orang lainnya jatuh sakit sejak akhir April.
Sementara itu, sekitar 740.000 orang kini masih menjalani karantina. Banyak pakar asing percaya skala wabah yang sesungguhnya tidak dilaporkan untuk mencegah kekeruhan publik yang dapat merugikan kepemimpinan Kim. (*)