MASSA yang tergabung dalam kelompok Pertahanan Ideologi Sarekat Islam bakal menggelar aksi demo di depan Kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Singapura di Jakarta, Jumat (20/5).
Unjuk rasa ini buntut dari ditolaknya Ustaz Abdul Somad (UAS) masuk ke Singapura beberapa waktu lalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan pihaknya telah menerima surat pemberitahuan terkait aksi demo itu dan bakal memberikan pengamanan.
Baca Juga:UAS, Singapura dan IslamophobiaMonas Lokal
“Surat pemberitahuan sudah diberikan ke Direktorat Intelkam Polda Metro Jaya,” kata Zulpan kepada wartawan.
Berdasarkan surat pemberitahuan yang diterima kepolisian, massa aksi diperkirakan sebanyak 50 orang.
Zulpan tak membeberkan jumlah personel pengamanan yang diterjunkan. Ia hanya menyebut tak ada pengamanan khusus, meski aksi demo digelar di depan kantor kedutaan besar negara lain.
Terlebih, personel dari Ditpamobvit Polda Metro Jays tiap hari juga telah berjaga dan mengamankan setiap kantor kedutaan yang ada di Jakarta.
“Ya biasa saja sih jangan terlalu berlebihan, kita lihat juga dari penyampaian yang akan menyampaikan pendapat juga kan mereka menyampaikan perkiraan massa 50, kita lihat juga dari pemberitahuan itu, kita sesuaikan lah,” tuturnya.
Dari selebaran aksi yang beredar, Perisai bakal menggelar aksi demo di depan Kantor Kedubes Singapura sekitar pukul 13.00 WIB.
Dalam selebaran itu juga tertulis tuntutan mereka yaitu mengusir Dubes Singapura jika dalam kurun waktu 2×24 jam tidak meminta maaf ke rakyat Indonesia.
Baca Juga:Pemilu 2024 Diatur Oligarki, 110 Triliun Buat Capres BonekaRelawan Ganjar Pranowo Ancam Golput Jika Ganjar Tidak Nyapres 2024
Sebelumnya, UAS dan rombongan ditolak masuk Singapura pada Senin lalu. Ia sempat ditahan beberapa jam sebelum akhirnya diminta kembali ke Indonesia.
Pemerintah Singapura menilai UAS menyebarkan ajaran yang ekstremis dan bersifat segregasi. Pemerintah Singapura juga menyampaikan kritik terhadap pernyataan UAS yang pernah membahas soal bom bunuh diri dalam ceramahnya.
“Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura,” mengutip situs resmi Kemendagri Singapura. (*)