KESEDIAAN Kepala Staf Presiden Moeldoko menemui BEM Trisakti mendapatkan apresiasi dari generasi muda. Kesediaan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk tidak sekadar menemui, melainkan memberikan waktu bersama perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti membahas berbagai ‘pekerjaan rumah’ negara berupa penyelesaian persoalan HAM di masa lalu, mendapatkan apresiasi kalangan muda. Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) menilai hal tersebut merupakan bukti bahwa Moeldoko meneladani dan menjalankan amanat Proklamator Indonesia Bung Karno.
“Bagi AMMI, sikap Moeldoko itu secara langsung menunjukkan bahwa beliau menghormati dan meneruskan amanat Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah,”kata Ketua AMMI, Nurkhasanah. Ia merujuk amanat tertulis Bung Karno yang diberikan sebagai pidato kenegaraan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Menurut Nurkhasanah, catatan sejarah menunjukkan bahwa pidato “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!” (“Djas Merah”) tersebut merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.
Menurut Nurkhasanah, sikap Moeldoko tersebut sangat menginspirasi organisasinya yang terdiri dari kalangan milenial dan mahasiswa, generasi muda yang pada saatnya akan menerima estafet kepemimpinan. “Dengan menunjukkan keteladanan untuk berani meneladani hal-hal baik dari para pemimpin negeri di masa lalu, Moeldoko menginspirasi kami untuk berani mengambil hal-hal baik dari keteladanan yang pernah tumbuh di negeri ini. Kami pernah mendengar kalimat bernas seorang sahabat Nabi, bahwa hikmah dan keteladanan itu milik seluruh Muslim, dan keharusan untuk mengambil dan meneladaninya dari mana pun datangnya,” kata Nurkhasanah, Kamis (19/5/2022).
Baca Juga:Sekitar Separuh Dari 22,3 Juta Pengikut Akun Twitter Joe Biden Adalah Mesin BotKades Rowo Bayu Menantang Menteri BUMN Berkunjung ke Lokasi KKN di Desa Penari, Erick Thohir: Kalau Berkunjung Malam Hari Ada yang Tertinggal
Terkait isi pertemuan KSP dengan BEM Trisakti, AMMI pun menggarisbawahi beberapa hal esensial. AMMI, misalnya, menunjuk sikap terbuka dan apa adanya dari KSP seputar penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
“Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas dengan terus mengupayakan penyelesaiannya secara yudisial maupun non yudisial, sementara di sisi lain mengajak BEM Trisakti untuk berpikir dalam kerangka kepentingan negara yang lebih luas, menurut kami adalah hal yang bijak,” kata Nurkhasanah.
Moeldoko, kata Nurkhasanah, bahkan dengan sabar menjelaskan bahwa untuk penyelesaian secara yudisial akan digunakan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat baru (terjadi setelah diberlakukannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Sedangkan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu (terjadi sebelum November 2000), akan diprioritaskan dengan penyelesaian melalui pendekatan non yudisial, seperti melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).