KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rekonstruksi penerimaan sejumlah uang dari tersangka mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN).
Pada Selasa (17/5) KPK memanggil tiga saksi untuk mengikuti rekonstruksi tersebut terkait kasus dugaan suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
“Para saksi sebelumnya diminta hadir di Gedung Merah Putih KPK dan selanjutnya diikutsertakan dalam proses rekonstruksi (reka adegan) yang juga turut dihadiri tersangka MAN,” kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu (18/5).
Baca Juga:Kabar Kudeta Kepemimpinan di PKB, Cak Imin: Engga Denger Saya, Engga Pernah AdaBus Rombongan Pelayat Terguling di Ring Road Barat Sleman
Tiga saksi tersebut, yaitu aparatur sipil negara (ASN) pada Kemendagri Bagas Aziz Pangestu, pegawai negeri sipil (PNS) pada Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Ochtavian Runia Pelealu, dan Muhammad Dani S selaku sopir Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri.
Ali mengungkapkan, rekonstruksi tersebut dilakukan di kediaman tersangka Ardian di Jakarta Pusat, di mana pihak yang hadir menggambarkan terkait dugaan perbuatan penerimaan sejumlah uang oleh Ardian.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar dan mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah (Dirjen Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto.
Kasus ini bermula saat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur meminta bantuan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar dipertemukan dengan Ardian sekitar Maret 2021. Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021.
Dalam pertemuan tersebut, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar. Ardian kemudian diduga meminta jatah 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi. Beberapa waktu setelahnya, Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan. Laode juga diminta membantu proses permintaan dana ini oleh Ardian.
Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.