GERAKAN perlawanan Rakyat Cirebon berkobar. Berbekal pengalaman dalam pertempuran sebelumnya, Pasukan Bagus Serit dengan mobilisasi yang tinggi sulit untuk dipadamkan dan begitu merepotkan Pasukan Belanda. Sampai akhirnya pemerintah Belanda mengumumkan bahwa siapapun yang dapat menangkap Bagus Serit hidup atau mati akan mendapat hadiah F. 2.200. Ada bendera berwana Merah Putih Sang Getih Getah yang dikibarkan Nairem dan Serit yang nama-namanya tidak dicatat dalam sejarah nasional, yang di era 1803-1818 menjadi saksi ketersiksaan ketika divonis mati pada September 1818.
Detik-detik sunyi hutan jati Plered Cerbon di Subuh pagi Selasa, 17 November 1818 berselimutkan kabut. Gerimis tipis di awal pagi jatuh semakin membasahi tanah hutan jati. Hujan baru saja reda. Kaki-kaki kedua “pemberontak” dirantai, namun keduanya tersenyum. Bibir dan jari-jemari mereka zikirkan kalimat-kalimat tauhid, hingga tali temali melingkari leher kedua mujahid. Kedua mata Nariem yang tajam memandang lengkung langit yang bertabur bintang-bintang. Ada bulat sabit pucat di balik awan. Nairem mencari Bintang Jauhari di sela-sela rimbun daun jati. Dia melihat kilau cahaya gilang gemilang. Lintang Jauhari. Ketika itulah sebuah sentakan keras tali eksekusi menjerat leher Bagus Serit dan Nairem. Di detik itulah kedua Santri Kedondong Cerbon di pepohonan hutan jati alirkan Kiser Pengantar Ruh Cerbon Pegat hingga jauh, ke batas ruang tak terhingga.
Sun besuk mariya éman.
Yèn wonten grananing sasi.
Srengenge kembar lelima.
Lintang alit gumilar sing sawiji tan hana urip.
Mung sira kelawan isun.
Matiya mungging suwarga.
Bait-bait Cerbon Pegat ditembangkan tanpa tetabuhan gamelan. Hanya cengkok pedih suara pesinden.
Baca Juga:6 Fakta di Balik Kemenangan Liverpool di Kandang SouthamptonLiverpool Sabet 4 Gelar Usai Tundukkan Southampton 2-1
Pusat perlawanan berada di Kedondong–berada di wilayah Kecamatan Susukan Cirebon. Pihak Belanda menyebutnya sebagai negorij (kampung) utama yang terpenting di daerah itu. Seperti dilaporkan Residen Cirebon, Servatius, 21 Januari 1818 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, “Saya kira ini adalah ibukota Distrik Jatiwangi terletak di Kabupaten Majalengka. Ternyata Kedondong bukan merupakan ibukota distrik, tetapi hanya sebuah desa kecil yang jaraknya kira-kira 15 kilometer dari Jatiwangi.”