KEBIJAKAN Presiden Joko Widodo atau Jokowi melarang ekspor CPO atau bahan baku pembuatan minyak goreng dinilai tidak efektif. Bahkan ada sejumlah Provinsi mengalami kerugian. Oleh karena itu, Jokowi didesak untuk segera mengevaluasi kebijakan tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B. Najamudin kepada wartawan, Minggu (15/5). Sejak awal, sultan mengaku sudah mewanti-wanti bahwa kebijakan ekonomi yang tidak dihitung secara matematis ini akan sangat berdampak langsung pada petani dan daerah penghasil sawit.
“Sekarang dampak buruk kebijakan ini semakin sistemik, baik pada petani hingga kita harus kehilangan pasar ekspor yang kecewa dengan kebijakan pemerintah ini,” ujarnya.
Baca Juga:Selang Satu Hari Insiden Supermarket Buffalo, Penembakan Terjadi di Gereja CaliforniaNapoli Menang 3-0 Atas Genoa, Lorenzo Insigne Cetak Gol Perpisahan
Menurut Sultan, kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan harga minyak goreng di pasaran domestik ini belum kunjung terasa dampaknya secara efektif. Sebaliknya, kebijakan itu justru semakin memperumit masalah. Harga minyak goreng tak kunjung turun signifikan ke harga semula, sementara nilai tukar petani sawit harus merana.
“Enough is enough, pemerintah sebaiknya segera mengevaluasi kebijakan ini. Jika ingin menindak para mafia yang berlindung di balik nama besar korporasi dan birokrasi, Pemerintah hanya harus memperbaiki tata niaga sawit secara sistematis sejak di sisi hulu,” tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Sultan mengingatkan bahwa pihaknya tidak ingin tiga juta petani mandiri yang mengelola 6,88 juta hektare di daerah-daerah penghasil sawit kehilangan harapan dan meninggalkan profesinya sebagai petani sawit akibat harga tanda buah segar (TBS) yang masih murah.
“Sementara di saat yang sama inflasi kebutuhan pokok terus melambung tinggi,” tutupnya. (*)