DI utara pelataran utama Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih populer disebut Museum Fatahillah, terpasang dengan gagah sebuah meriam besar sepanjang 3,85 meter dengan berat mencapai 3,5 ton yang menghadap ke arah Pasar Ikan. Meriam ini begitu terkenal karena di ujung pangkalnya terdapat pahatan tangan yang jari-jarinya membentuk simbol yang dianggap mesum atau persetubuhan oleh kebanyakan orang. Benarkah bermakna demikian?
Meriam Si Jagur dibuat oleh orang Portugis bernama Manoel Tavares Baccaro di Macau, China, yang kemudian oleh Portugis dibawa ke Melaka. Di Macau, meriam ini oleh Portugis ditempatkan di benteng St. Jago de Barra (St. Jago = nama orang suci, de Barra = dekat pantai, karena itu kemudian mendapat julukan “Si Jagur”).
Pada abad ke-16 Masehi, Si Jagur dipindahkan dari Macau ke Malaka. Lalu diboyong ke Batavia oleh Belanda setelah merebut Malaka pada 1641.
Baca Juga:Video Jokowi Seolah Dicuekin Biden Jadi Sorotan, Begini Analisa Roy SuryoMeski Gaduh Fitnah dan Caci Maki, Ini Kesibukan Anies Baswedan di Inggris
Pada awalnya oleh VOC meriam tersebut ditempatkan di Benteng Batavia, untuk menjaga pelabuhan. Kemudian dipindahkan ke magasin artileri dekat Jalan Tongkol. Setelah Kasteel Batavia dihancurkan oleh Daendels tahun 1809 dipindahkan ke Museum Oud Batavia (Museum Wayang). Namun kemudian dipindahkan lagi dan ditempatkan di bagian utara Taman Fatahillah, diantara gedung kantor pos Jakarta Kota dan Kafe Batavia. Moncong meriam diarahkan ke arah Pasar Ikan, lurus ke arah Jl. Cengkeh, membelakangi Balai Kota (Stadhuis).
Awalnya Meriam Si Jagur terletak di dekat Kota Intan. Namun pada masa Gubernur Ali Sadikin, meriam tersebut dipindah ke halaman utara Museum Fatahillah.
Meriam ini banyak dikenal orang karena bentuk pahatan tangan di bagian pangkalnya, namun sesungguhnya maknanya bukan makna mesum, melainkan ‘Fico’ yang dalam makna orang-orang Portugis berarti keberuntungan atau kesuburan. Mungkin sebab itu pula, zaman dulu, bahkan hingga sekarang, meriam ini diyakini bisa mendatangkan kesuburan bagi pasangan-pasangan yang belum dikaruniai anak. Tentu saja, ini keyakinan yang salah kaprah dan tidak memiliki dasar sama sekali. (*)