Presiden Jokowi, Man of Contradictions: Joko Widodo and The Struggle to Remake Indonesia

Presiden Jokowi, Man of Contradictions: Joko Widodo and The Struggle to Remake Indonesia
Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia .
0 Komentar

Contoh lainnya adalah rencana pemindahan Ibu Kota Negara. Ketika banyak ahli yang menolak kebijakan itu karena kurangnya perencanaan, Jokowi dengan gegabah justru mengumumkan rencana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur. Kini, rencana itu ditenggelamkan oleh pandemik COVID-19.

Di bagian akhir, Bland melihat Jokowi sebagai “orang dengan niat baik tapi eksekusi yang buruk.”

Between democracy and authoritarianismPenekanan pada bagian ini adalah bagaimana Jokowi berpakaian demokrat, tapi bertindak otoriter.

Baca Juga:Pengkritik Jokowi di Man of Contradictions, Benjamin Bland Senang Diskusi dengan AniesJokowi Bertolak Menuju Dubai, Sampaikan Ungkapan Bela Sungkawa

Hal pertama yang Bland ulas adalah kedekatan Jokowi dengan elite militer. Kenapa begitu? Karena Jokowi bukan tokoh dan dia butuh sosok kuat yang mendukungnya dari balik layar. Dari situ, tidak heran bila Jokowi merekrut tokoh militer dan juga tokoh polisi, dalam kabinetnya.

Dari sekian tokoh militer, Jokowi memiliki orang kepercayaan, yaitu Luhut Binsar Pandjaitan. Dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan hingga Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, menunjukkan betapa percayanya Jokowi pada Luhut. Keengganan mendengar analisis dan kepercayaannya kepada sejumlah tokoh adalah bukti Jokowi lebih mendengar siapa yang menyampaikan daripada apa yang disampaikan.

Kehadiran Jokowi di tengah Aksi 212, secara tidak langsung, berarti legitimasi kehadiran kelompok konservatif. Dia bahkan menarik Ma’ruf Amin, dinilai Bland sebagai tokoh Islam konservatif, sebagai pendampingnya. Namun, menariknya, dia juga membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kelompok yang mendukung berdirinya khilafah. Sekali lagi, ini butki bahwa Jokowi tidak memiliki orientasi politik yang jelas.

Di bagian akhir, Bland mengulas betapa Jokowi ingin pemerintahannya berjalan tanpa oposisi. Dalihnya adalah demokrasi Barat tidak selaras dengan nilai-nilai demokrasi Indonesia, yaitu gotong royong.

Justru inilah yang mengantarkan Jokowi pada jurang otoritarianisme, karena dia menghilangkan fungsi oposisi sebagai check and balances dalam demokrasi. Bahkan di Parlemen sekalipun, hampir semuanya sepakat mendukung Jokowi.

Jokowi and the world: From Asia’s new fulcrum to friends with benefits[Resensi] Man of Contradictions: Harapan ke Jokowi Vs KenyataannyaTwitter/@KSPgoidBagian terakhir fokus pada kebijakan luar negeri Jokowi. Sebagai pengamat, Bland melihat Jokowi kurang peduli pada forum-forum internasional. Dia jarang hadir di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kenapa? Menurut Bland, karena di PBB Indonesia tidak menghasilkan uang, justru Indonesia malah membayar iuran. Sebaliknya, Jokowi selalu hadir di forum G20 atau KTT ASEAN karena dia berharap bisa kembali membawa modal asing.

0 Komentar