“Hanya dengan memahami kontradiksinya, barulah kita bisa memahami tujuan dia sebenarnya,” tulis Bland pada bagian pendahuluan buku.
The furniture maker who captured a nation’s imaginationBagian ini dimulai dengan pernyataan tegas, yaitu “Anda harus mengetahui cara berpikir seorang pengusaha untuk memahami Jokowi.”
Bland merujuk kalimat di atas ke percakapan antara seorang penasihat bersama Jokowi terkait Laut Cina Selatan (LCS). Jokowi bertanya, kenapa harus menyiapkan sumber daya yang besar untuk konflik yang tidak berdampak langsung terhadap Indonesia? Menandakan sikap Jokowi untuk menghindari konflik internasional.
Baca Juga:Pengkritik Jokowi di Man of Contradictions, Benjamin Bland Senang Diskusi dengan AniesJokowi Bertolak Menuju Dubai, Sampaikan Ungkapan Bela Sungkawa
Jokowi baru mau bergerak setelah diberi analogi sederhana mengenai pentingnya stabilitas dalam mendongkrak ekonomi. Seandainya terjadi eskalasi situasi LCS, maka biaya asuransi untuk kapal kargo akan meningkat, dan itu akan buruk bagi bisnis internasional.
“Ketika saya jelaskan seperti itu, dia baru memahaminya,” ungkap penasihat tersebut.
Bland memutuskan untuk mengulik masa lalu Jokowi. Tidak begitu mendalam. Tapi dia mendapat gambaran bagaimana Jokowi di masa muda hingga bagaimana Jokowi sebagai pengusaha mabel.
Di mata Bland, Jokowi adalah sosok yang kurang peduli terhadap politik. Dia pernah bertanya kepada Jokowi terkait siapa tokoh politik panutannya. Jokowi selalu gugup dan kebingungan ketika menanggapi pernyataan itu, menandakan dia tidak memiliki referensi politik.
Sebagai pengusaha, aksi lebih penting daripada ide. Cara berpikir inilah yang melandasi Jokowi dalam bersikap. Mulai dari pengingkaran atas janji tidak membangun dinasti politik, janji membangun Jakarta hingga satu periode, ataupun dalam pengambilan keputusan. Sederhananya, Jokowi adalah sosok yang tidak memiliki visi politik.
Going to the ground to reach the topBagian ini mengulas bagaimana “blusukan”, pendekatan politik ala Jokowi, adalah jurus utamanya memenangkan hati rakyat. Lagi-lagi Bland menafsirkan blusukan dari perspektif pengusaha atau dia menyebutnya sebagai politik ritel, yaitu semakin banyak bertemu pelanggan, maka semakin mendapat kepercayaan.
Ada dua ide besar penting digarisbawahi. Pertama, blusukan adalah bukti lain Jokowi tidak memiliki visi. Alih-alih turun ke lapangan dengan rencana, Jokowi memilih turun ke lapangan tanpa gagasan, mendengar aspirasi dan keluhan, barulah mengambil tindakan. Alhasil, dalam kasus Solo, keberhasilan Jokowi bukan pada pembenahan birokasi, tapi fokus pada penuntasan masalah yang tertunda.