Dalam buku Sejarah Pesantren Babakan Ciwaringin dan Perang Nasional Kedondong 1802-1919 yang ditulis KH Zamzami Amin terungkap perang Kedondong meletus karena rakyat tidak puas dengan sistem tanam paksa sewa pesawahan dan kebun dengan pajak yang tinggi. Putra Mahkota Sultan Kanoman IV keluar dari keraton, lalu bergabung dengan rakyat Cirebon. Karena tidak mau tunduk kepada Belanda yang menarik paksa pajak kepada rakyat Cirebon.
Dalam perlawanan itu, Pangeran Raja Kanoman tertangkap dan ditawan di Batavia, kemudian dipindahkan di benteng Victoria, Ambon. Belanda melucuti seluruh gelar kebangsawanannya dengan mencabut haknya atas tahta sultan di keraton Kanoman. Sebagai penggantinya, diangkatlah adik Pangeran Raja Kanoman yang menjadi Sultan Kanoman V, bergelar Sultan Muhammad Iman Udin. Peristiwa ini terjadi tujuh belas tahun sebelum pecah Perang Pangeran Diponegoro, oleh pihak Belanda disebut Perang Jawa.
Untuk meredam perlawanan rakyat Cirebon, pihak kolonial Belanda membangun aliansi militer strategis dengan pihak Portugis. Mereka mendarat di Pelabuhan Muara Jati. Kisah Perlawanan ini juga ditulis oleh serdadu Belanda bernama P.H. Van der Kemp, dalam De Cheribonsche Ounlsten van 1818, Naar Oorpronkelijke Stukken. Naskah aslinya tersimpan rapi di perpustakan Belanda, berjudul Van der Kemp, De Cheribonsche Onlusten von 1818, Naar Oorpronkelijke Stukken. Namun, pihak Belanda tetap mengalami kekalahan.
Baca Juga:Perang Terbuka di Sungai Ciwaringin, Tutup Kembu RanginJuergen Kloop Yakin Lini Liverpool Tangguh Meski Fabinho Bakal Absen di Final Piala FA
Para petinggi Belanda memerintahkan agar Pangeran Raja Kanoman dikembalikan ke Cirebon. Melalui para pemimpin perlawanan, Belanda meminta syarat bila Pangeran Raja Kanoman dikembalikan, perlawanan dihentikan.
Sebagai jalan tengah, status haknya atas tahta sultan di keraton Kanoman dikembalikan. Kendati demikian, ia tidak berhak atas kesultanan di keraton Kanoman. Informasi ini sesuai dengan ungkapan RMH. Bratakoesumah dalam naskah Paririmbon Pustaka Jaman Sejarah Indonesia Tanah Sunda Jawa Tahun 200 Dugi ka Taun 1950. (*)