TANDI Skober dalam novel Namaku Nairem menuliskan elegi kematian Serit dan Nairem: Hutan Jati Plered Cirebon, Rabu Pon, 18 Nopember 1818 berselimut kabut. Gerimis tipis di ujung malam jatuh di tanah basah. Hujan baru reda. Dua tokoh ‘pemberontak santri Cirebon’, Bagus Serit dan Nairem, tersenyum. Kedua kaki santri itu dirantai berjalan tertatih-tatih menuju tiang gantung eksekusi. Jemarinya sibuk berzikir kalimat-kalimat tauhid. Matanya tengadah memandang lengkung langit bertabur bintang. Di sana ada bulan sabit, pucat di balik awan.
Novel Nairem mengingatkan penelusuran penulis bersama Pengasuh Pondok Pesantren Mu’alimin-Mu’alimat Babakan Ciwaringin Cirebon, KH Zamzami Amin, tahun 2015. Kami menyusuri sebuah pohon Jati dan Sawo yang ada di tengah pematang sawah Desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin yang menjadi saksi sejarah kegigihan Ki Bagus Rangin dalam memimpin pasukan melawan penjajah Belanda dan koalisinya di Perang Kedondong. Lokasi tersebut dijuluki Kebon Tiang.
KH Zamzami Amin dengan rinci menceritakan perlawanan Bagus Rangin, Bagus Serit, Bagus Jabin, dan Nairem dalam peristiwa Kedondong 1802-1919 di Cirebon. “Protes sosial rakyat Cirebon dari tinjauan Perang Kedondong melawan tentara kolonial Belanda, tidaklah sekecil yang diperkirakan orang. Penjajahan Belanda di Cirebon 1802-1919 adalah peristiwa sejarah yang sungguh terjadi. Dalam waktu yang sama di Yogyakarta terjadi perlawanan Pangeran Diponegoro dari tahun 1825-1830.
Baca Juga:Perang Terbuka di Sungai Ciwaringin, Tutup Kembu RanginJuergen Kloop Yakin Lini Liverpool Tangguh Meski Fabinho Bakal Absen di Final Piala FA
Penjajahan kolonial Belanda di Cirebon adalah rangkaian peristiwa yang tidak terpisahkan dari peristiwa Perang Diponegoro, dan pembentukan sistem pesantren yang menjamur di wilayah Babakan Ciwaringin Cirebon,” ungkap KH Zamzami Amin bin KH Amin Chalim bin KH Muhammad bin KH Ismail bin KH Sailan bin KH Nurhasan bin Ki Layaman bin Syekh Muhyidin atau lebih dikenal dengan Buyut Muji.
KH Zamzami Amin kembali menuturkan perlawanan rakyat Cirebon tidak terjadi setiap tahun. Terhitung sejak 1802 hingga 1812 perlawanan dipimpin Bagus Rangin, periode kedua di tahun 1816 hingga 1818 dipimpin Jabin dan Nairem.
“Peta persembunyian dan markas perlawanannya di daerah Jatitujuh, Waringin, Baruang Kulon, Bantarjati, Pamayahan, Depok, Ciminding, Sumber, Gegunung, Watubelah, Nagarawangi, Pagebangan, Sukasari, dan Sindanghaji. Sementara, wilayah pergerakannya, di Majalengka, sungai Cimanuk, Indramayu, Karawang, Subang, Plered, Palimanan, Susukan wilayah desa Kedondong,” tuturnya.