“ANGGENE jaya durjana, kadang wismanipun, putrane purwadinata, saking susah ribute wong Negara, waton malih ingkang warta, tiang ngeraman sampun siyagi, makumpulaken tiyang wong desa, bantarjati, anang pernake biawak jatitujuh, tiang kulincar lan panca ripis, sesek katahipun tiang, sangking pitungatus, juragane bagus kandar bagus rangin, surapersabda niki, bagus seja lan bagus sena”, demikian naskah sejarah Wiralodra (Dermayu) menjuluki Ki Bagus Rangin sebagai maling durjana.
Julukan yang melekat sebagai sosok perampok, perusuh, pengacau, dan berandal juga tertulis di dalam naskah Babad Dermayu (Babad Carbon II). Nyaris seragam, antara naskah Babad Dermayu yang diketemukan di satu daerah dengan daerah lainnya, seperti naskah dari Desa Pamayahan (Kecamatan Lohbener), Tambi (Kecamatan Sliyeg), Kertasemaya (Kecamatan Kertasemaya), bahkan juga naskah yang sudah dilakukan transliterasi dan terjemahan oleh Museum Negeri Sri Baduga bekerjasama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara Cabang Bandung Jawa Barat tahun 2008.
Naskah tersebut kini menjadi koleksi Museum Negeri Sri Baduga dengan nomor registrasi 1.368, dan nomor inventarisasi 183.1498/07.35. Tebalnya 124 halaman, beraksara Cacarakan Jawa, dan berbahasa Jawa Cirebon.
Rangin menempati posisi terhormat
Baca Juga:Juergen Kloop Yakin Lini Liverpool Tangguh Meski Fabinho Bakal Absen di Final Piala FAJelang Final FA Chelsea, Thomas Tuchel Ungkap Turunnya Duo Gelandang Mateo Kovavic dan N’Golo Kante
Rangin mengisi relung-relung kaum marginal untuk melakukan pembebasan dengan spirit kebenaran.
Pengikut Rangin terbelah, pengikut naskah Babad Dermayu, dan pengikut tradisi lisan dan merasa berada pada silsilah keturunan Bagus Rangin.
Dalam menghadapi musuh, Rangin gelar perang terbuka. Tutup Kembu–wadah ikan hasil tangkapan memancing. Gelar perang Tutup Kembu adalah gelar perang untuk menjebak musuh, pintu masuk (penutup) adalah sungai Ciwaringin, lingkaran jebakan ada disekitar tegalan yang sekarang disebut Palebon (kebon) Tiang.
Menurut KH Zamzami Amin dan dituturkan kembali oleh Opan Safari Hasyim, gelar perang Tutup Kembu ini sangat efektif menghadapi lawan. Musuh masuk dalam lingkaran jebakan Tutup Kembu ini dan tidak ada yang berhasil keluar dengan selamat. Lokasi perang tersebut sekarang berada di sekitar Palebon Tiang, tiang artinya tempat masuknya tentara musuh. Disekitar Palebon ini berdiri suatu monument yang ditumbuhi dua buah pohon jati atau dalam bahasa Cirebon disebut Jatiro (jati loro). Jatiro atau Jatira juga berarti sejatinya darah.