PEMILIK tanah yang membongkar tembok Keraton Kartasura, Burhanudin, melalui kuasa hukumnya Bambang Ary Wibowo menjelaskan duduk perkara dan kronologis kasus tersebut.
Pasalnya, imbas dari pembongkaran tembok Kraton itu berujung pemeriksaan Burhanudin oleh tim Kejaksaan Agung (Kejakgung) di Kejari Sukoharjo, Rabu (11/5).
Menurut Ary, kliennya membeli tanah tersebut sudah dalam bentuk sertifikat HM atas nama Lina Wiraswati yang tinggal di Lampung. Jadi bukan dalam bentuk Letter C.
Baca Juga:Senat Akademik UGM Tetapkan 3 Nama Calon Rektor Periode 2022-2027Respons Unggahan Ruhut Sitompul, Geisz Chalifah: Ngga Usah Diserang Balik, Masa Kita Counter Orang Sakit Jiwa
Kliennya membeli tanah seluas 682 meter itu senilai Rp 850 juta dan diberikan tanda jadi sebesar Rp 400 juta dan sisanya akan dibayarkan pada bulan Oktober mendatang secara bertahap. Karena pembelian lahan belum lunas maka posisi sertifikat saat ini ada di notaris.
“Klien saya baru memberikan uang muka senilai Rp 400 juta. Jadi klien kami tidak memegang sertifikat sama sekali, pengajuan IMB juga belum,” kata Ary dikutip Kantor Berita RMOLJateng, Kamis (13/5).
Ditegaskan dia, kliennya tidak mengetahui tembok tersebut berstatus objek diduga cagar budaya (ODCB). Bahkan pemilik lahan juga tidak menjelaskan bila tanah tersebut masuk dalam BCB.
“Kliennya hanya tahu dari bunyi sertifikat itu bawah tanah ini merupakan hasil dari akta waris, jadi awalnya tanah itu dimiliki oleh tujuh orang dan tahun 2014 sertifikat keluar. Jadi klien saya tidak tahu bagaimana pemilik sebelumnya bisa mendapatkan sertifikat,” bebernya.
Dia menambahkan, terkait kasus perobohan tembok bekas Keraton Kartasura, selaku kuasa hukum memberikan alternatif mediasi. Sebagaimana diatur dalam UU 30/1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) serta restorasi justice yang saat ini sedang dilakukan, baik oleh kepolisian maupun kejaksaan.
“Kami siap untuk kooperatif dalam menuntaskan persoalan ini,” tandasnya.
Dia juga membantah pernyataan di beberapa media yang menyebut jika tanah tersebut akan dibangun menjadi tempat kost atau bengkel.
“Hal tersebut tidak benar sama sekali jika tanah tersebut akan dibangun kos-kosan maupun bengkel,” pungkasnya. (*)