Apalagi, pelayanan kesehatan di Kota Cirebon jauh tertinggal bila dibandingkan dengan yang ada di kota-kota lainnya di Jawa, seperti Batavia, Buitenzorg (Bogor), dan Bandung. Salah satunya, hasil penelitian Walch tentang penyelidikan typhus di Cirebon telah menjadi bukti nyata bahwa antara tahun 1926-1932 jumlah pasien typhus yang mencapai ratusan, yaitu sekitar 892 orang, adalah karena disebabkan kurangnya pasokan air bersih, lingkungan kotor, dan pelayanan kesehatan yang minim.
Meskipun demikian, pemerintah tidak menanggapi usulan dan kritikan yang dimuat dalam beberapa media massa saat itu. Pemerintah kolonial baru memperhatikan tingkat mortalitas akibat wabah typhus setelah permasalahan wabah dibahas dalam rapat perencanaan alokasi dana kesehatan. Dalam rapat tersebut, program vaksinasi mendapat bantuan dari DVG pusat yang akan disalurkan ke rumah sakit dan poliklinik.
Semangat pemerintah baru tampak karena ada tambahan dana dalam proyek propaganda kebersihan. Proyek itu jelas disambut baik pemerintah kota, yang diakui sebagai upaya menyadarkan masyarakat untuk hidup sehat, hidup bersih, dan mau menerima pelayanan kesehatan modern dari pemerintah.
Baca Juga:Tokoh Berpengaruh Ukraina Leonid Kravchuk Meninggal Dunia, Zelensky: Pemimpin Bijaksana di Tahun Kemerdekaan dari SovietBuat Perawatan Wajah di Korea, Siwi Widi Purwanti Akui Terima Rp 647 juta dari Anak Mantan Pegawai Pajak,
Sampai tahun 1936, propaganda hidup bersih itu terus dilakukan para pembantu dokter pemerintah di berbagai poliklinik dan pos-pos pelayanan kesehatan. Mereka mempropagandakan minum air bersih matang, cara menimbun sampah, cara mencuci tangan dengan sabun, cara memelihara kebersihan lingkungan rumah, dan tidak mengonsumsi makanan warung. Memang program itu dilakukan oleh pemerintah, namun menurut pemberitaan dalam surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad 29 Desember 1938, sebetulnya tindakan pemerintah itu sangat telat dan pelayanan kesehatannya tidak maksimal, sehingga wabah tifus sulit diatasi.
Sekalipun di tahun 1936 korban meninggal dunia akibat wabah typhus mengalami penurunan, wabah tifus tetap melanda masyarakat. Hanya saja dengan tipe yang berbeda, yaitu wabah typhus abdominalis yang tidak mematikan. Oleh karena itu, beberapa surat kabar milik Eropa itu banyak menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan propaganda kesehatan oleh pemerintah Kota Cirebon sangat minim karena sangat telat dilakukan. Selain itu pemerintah enggan meresponskritikan dan keresahanmasyarakat yang dipicu oleh ketakutan terhadap wabah typhus yang berkelanjutan. Kondisi ini menjadi penyebab wabah typhus tidak hilang sampai tahun 1940.