PERNYATAAN Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD tentang polemik Deddy Corbuzier menayangkan podcast dengan pasangan sejenis di YouTube menuai kontroversi publik.
Dalam pernyataan itu Mahfud mengatakan bahwa di Indonesia merupakan negara demokrasi. Di mana belum ada aturan hukum yang memungkinkan negara melarang acara Deddy Corbuzier tersebut.
Salah satu kritik datang dari inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) M. Said Didu. Dia mengurai pemahamannya tentang negara demokrasi. Di mana demokrasi bukan berarti bebas melakukan apa saja. Demokrasi juga dibatasi oleh hukum, etika, moral, dan agama.
Baca Juga:Dahlan Iskan Bandingkan Ibu Kota Baru Nusantara dengan Ibu Kota Malaysia, PutrajayaJadi Ini Bukan Kasus Hukum, Begini Cuitan Mahfud MD: LGBT dan Penyiarnya Belum Dilarang oleh Hukum
“Ketiga, pemerintah harus melindungi bangsa dan rakyatnya dari perusakan moral,” ujarnya lewat akun Twitter pribadi, Selasa malam (10/5).
https://twitter.com/msaid_didu/status/1524055580738220034?s=20&t=S_nNslUn2uL-T-miHYzlnQ
Kicauan Said Didu ini lantas disambar langsung oleh Mahfud MD. Dia menilai pemahaman yang diurai Said Didu bukan bagian dari pemahaman hukum.
“Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomer berapa Deddy?” tanyanya lewat kicauan Twitter sesaat lalu, Rabu (11/5).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengurai bahwa nilai Pancasila belum semua menjadi hukum. Demokrasi harus diatur dengan hukum atau nomokrasi. Sementara polemik yang ditimbulkan Deddy Corbuzier belum dilarang oleh hukum
“Jadi ini bukan kasus hukum,” sambungnya.
Berdasar asas legalitas orang hanya bisa diberi sanksi heteronom atau hukum jika sudah ada hukumnya. Jika belum ada hukumnya, maka sanksinya otonom. Yaitu sebagas caci maki publik, pengucilan, malu, merasa berdosa.
“Sanksi otonom adalah sanksi moral dan sosial. Banyak ajaran agama yang belum menjadi hukum,” lanjutnya.
Baca Juga:Kepala Badan Intelijen Spanyol Dipecat di Tengah Skandal Penggunaan Perangkat Lunak Pegasus Buatan IsraelAmerika Serikat Kerahkan USS Port Royal ke Selat Taiwan, Beijing: Sengaja Tingkatkan Ketegangan
“Contoh lain, Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia “berketuhanan” tapi tak ada orang dihukum karena tak bertuhan (ateis). Mengapa? Ya, karena belum diatur dengan hukum,” tutupnya. (*)