Lebih lanjut, tulis Nina Herlina Lubis, sementara itu usia putranya masih sangat muda. Lalu, pemerintahan di Kesultanan diserahkan kepada walinya tahun 1799. Situasi Kesultanan menjadi sangat kacau ketika putra Sultan yang dulu dibuang ke Ambon melakukan pemberontakan. ia ditangkap dan dibawa ke Batavia. Sementara itu Sultan Kanoman meninggal dunia tahun 1798. Namun, yang menggantikan bukan putra mahkota, melainkan orang lain. Situasi semakin kacau banyak orang Tiongkok terbunuh. Putra mahkota Kanoman ditangkap dan dibawa ke Batavia karena dianggap sebagai dalang kerusuhan. Ribuan rakyat protes ke Batavia, tetapi dihalau di Krawang. Akibat dari peristiwa ini, putra mahkota Kanoman diasingkan ke Ambon.
Pada masa ‘Mas Galak’ menjabat sebagai Gubernur Jenderal, Raja Kanoman dikembalikan ke Cirebon atas desakan para ulama Cirebon. Raja Kanoman diberi 1000 cacah milik Panembahan Cirebon yang wafat tahunj 1773. Raja Kanoman diizinkan kembali membangun kembali Kraton Kacirebonan yang telah dibubarkan tahun 1768. Kemudian, Cirebon tercatat menjadi tiga bagian, Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Oleh Herman Willem Daendels atau disapa ‘Mas Galak’ para penguasa Kesultanan tidak diizinkan menggunakan julukan Sultan lagi, melainkan memakai sebutan Pangeran.
‘Mas Galak’ menerima dua tugas yang diberikan Louis Napoleon, yang menjadi raja di negeri Belanda saat itu, mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris, dan memperbaiki sistem administrasi negara di Jawa. Kedua tugas itu diberikan kepadanya mengingat Belanda berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, dan Inggris adalah negara yang belum bisa ditaklukkan Perancis di masa itu. (*)